Lettu Kuseri : Melawan Jepang, Menentang Agresi Belanda

Letnan Satu Kuseri (Dok : www.smp2purbaingga.sch.id)
Pemuda-pemuda ‘Bumi Perwira’ memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Mereka tak sudi dijajah dan bangkit untuk melawannya. Salah satunya ada pada diri Kuseri. Pria kelahiran Kampung Prit Gantil itu memimpin perlawanan terhadap Pendudukan Jepang juga bertempur menentang Agresi Militer Belanda.

Atas berbagai kiprahnya, Kuseri yang berkarir di militer sampai berpangkat Letnan Satu (Lettu) itu kemudian diabadikan sebagai nama jalan di Kelurahan Purbalingga Wetan yang melewati tanah kelahirannya.

Plang Nama Jalan Lettu Kuseri (Dok : www.smp2purbalingga.sch.id)
Nama lengkapnya Koeseri Joedosoebroto, Ia putera tengah dari tiga bersaudara. Kakaknya Basori dan adiknya bernama Soemeri. Kuseri sempat menyenyam pendidikan dasar di Purbalingga. Ia dikenal sebagai pribadi yang keras, jujur, religius dan memiliki jiwa kepemimpinan tinggi.

Pada awal pendudukan Jepang, Ia mengikuti Seinen Dojo (Barisan Pemuda) pada 1942. Setahun berikutnya, saat Jepang membentuk PETA (Pembela Tanah Air), Ia turut bergabung. Mula-mula, Ia mengikuti pendidikan di Kasikang Gakko di Resisentei Cimahi antara Maret – Agustus 1943.

Kuseri dinyatakan lulus dan ditempatkan di kesatuan PETA setingkat Chudan yang bermarkas di Gumilir, Cilacap. Kuseri cukup bersinar sampai berpangkat Budancho (Komandan Regu) dengan pimpinannya adalah Chudanco Tulus Subroto.

Sejarawan Purbalingga Alm. Pak Triatmo menyebutkan saat di PETA mereka satu angkatan dengan Umar Wirahadikusumah yang usai Republik Indonesia (RI) berdiri karirnya cemerlang sampai diangkat menjadi Wakil Presiden 1983-1988, juga Jenderal Poniman (Menteri Pertahanan 1983-1988). PETA adalah milisi bentukan Jepang untuk menghadang balatentara Sekutu. Mereka mendapatkan pelatihan militer dan persenjataan yang cukup baik.

Tentara PETA (Dok : Line Today)
Meski Ikut PETA dan dijanjikan kemerdekaan, rupanya jiwa patriotisme tetap bergolak di dada Kuseri melihat kesewenang-wenangan Jepang. Untuk meyakinkan tekadnya, Kuseri bahkan mengajak sejawatnya menemui guru ngajinya di Kesugihan Cilacap. Mereka bermaksud memohon doa restu melakukan perlawanan terhadap Jepang.

Tak dinyana, guru ngajinya itu malah menyarankan agar diurungkan niat untuk melawan Dai Nippon. Guru Ngaji yang sepertinya mempunyai kemampuan ‘weruh sedurung winarah’ itu mengatakan bahwa tanpa dilawan pun para ‘Tentara Kate’ itu akan pergi sendiri.

Para sesepuh jaman dulu memang banyak yang sudah mempunyai keyakinan bahwa Balatentara Jepang tidak akan lama-lama di Nusantara karena adanya Ramalan Jayabaya. Ramalan itu menyebutkan akan ada ‘Tentara Kate’ berkulit kuning yang datang, namun hanya seumur jagung. Ramalan ini bahkan juga diketahui oleh Serdadu Belanda dan ulasannya sudah saya tulis di sini.

Akan tetapi Kuseri keras kepala, Ia tetap pada pendiriannya. Sebabnya, Kuseri sudah berkordinasi dengan perlawanan PETA di daerah lain, termasuk yang paling terkenal adalah Pemberotakan PETA di Blitar yang dipimpin oleh Daidancho Supriyadi. Kuseri satu pendidikan dengan Supriyadi juga Syudanco Yasir hadibroto saat berada di Kasikang Gakko Cimahi

Jiwa Kuseri juga terketuk kala menyaksikan kekejaman Jepang yang terhadap rakyat. Banyak warga desa yang dijadikan romusha (pekerja paksa) dan tidak kembali lagi. Kuseri juga tak rela saat wanita-wanita pribumi dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang sebagai jugun ianfu yang lokalisasinya berada di belakang Kantor Kempetai Cilacap. 

Tindak-tanduk negara yang mengaku ‘Saudara Tua’ itu sangat menggangu hati Budancho Kuseri. Terlebih, Ia kerap mengawal Shidokang, tentara asli Jepang sehingga menyaksikan langsung tindakan semena-mena mereka.

Kemudian, keyakinan akan perlawanan itu juga didorong oleh banyak berita yang berhasil disadap dari Radio Amerika dan Australia yang menyiarkan bahwa Jepang sudah mulai terdesak pasca penyerangan Pearl Harbour dan Amerika Serikat akhirnya bergabung ke Sekutu.

Akhirnya, perlawanan itu pun dimulai pada 21 April 1945. Budancho Kuseri meminta bantuan Syodancho Yasir untuk menyiapkan meriam yang bisa ditembakkan ke arah Kota Cilacap. Malam harinya, prajurit PETA yang bergabung dengan Budancho Kuseri berjumlah 215 tentara, mulai bergerak. 

Budancho Kuseri dibantu oleh Darman, Soekir, Soewab, Wasiroen, Hadi, Marsan, Anwari, Mardiyono, Saryono, Sarjono, Oedi, Wirjo Soekarto, Taswan, Djemiran dan Soehoed, Masiroen dalam mengkoordinasikan pasukan perlawanan. Mereka juga didukung oleh tentara PETA dari daidan lain di Banyumas meski tidak berada dalam satu garis komando koordinasi. Selain itu, perlawanan Kuseri juga dibantu oleh ulama, diantaranya, Kyai Bugel, Kyai Juhdi dari Rawalo dan Kyai Muhamad Sidiq dari Banjarnegara.

Mereka berhasil merampas persenjataan di gudang dan mulai melakukan perlawanan. Sasaran pertama adalah markas Keibitai (penjagaan pantai) yang terletak di  sekitar Bukit Srandil. Targetnya, setelah markas tersebut dikuasai, Kuseri bermaksud mengajak Batalyon PETA Kroya yang dipimpin Daidancho Soedirman untuk bergabung dan melakukan pemberontakan yang lebih besar.

Namun, gerak mereka langsung tercium ditambah kurangnya koordinasi dan perlengkapan, perlawanan Budancho Kuseri hanya berlangsung singkat. Jepang mengerahkan kekuatan penuh untuk memadamkan perlawanan Kuseri. Pertahanan mereka di Desa Selarang diobrak-abrik, kemudian mundur ke Desa Kedondong dan masuk hutan Jati karena didesak terus oleh Jepang.

Perlawanan Kuseri dan rekan-rekanya pun patah, Kuseri berhasil meloloskan diri ke Desa Adipala. Namun tak lama kemudian ditangkap dan bersama 18 rekannnya dipenjarakan di Jakarta.

Sejarawan Purbalingga, Alm. Triatmo dalam bukunya menyebut Kuseri ditangkap pada 25 April 1949. Sumber lain menyebutkan Perlawanan Kuseri sampai 29 April 1949 dan dirinya bukan ditangkap, melainkan menyerahkan diri.

Pengadilan Militer Jepang menjatuhkan hukuman mati. Eksekusinya direncanakan pada 18 Agustus 1945. Syukurlah terjadi angin perubahan geopollitik dan militer yang sangat cepat di Nusantara yang berujung Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Kuseri pun selamat dari hukuman mati. Ia bisa menghirup udara bebas.

Sumber lain menyebutkan Kuseri batal dihukum mati karena diplomasi dari Daidanco Soedirman (Soedirman menjadi Panglima Besar TNI pertama yang juga dilahirkan di Purbalingga. Kisahnya bisa dibaca disini)

Jiwa patriotisme tak luntur dari diri Kuseri. Pasca Proklamasi Kemerdekaan, saat Agresi Militer Belanda datang dengan maksud menjajah kembali, Ia pun angkat senjata. Kuseri yang berpangkat Letnan Satu (Lettu) bergerilya di wilayah Cilacap dan sekitarnya di bawah komando Kapten Hardoyo.

Kapten Hardoyo ini cukup banyak berkiprah di Purbalingga, termasuk pada pertempuran heroik yang terjadi di Blater. Baca kisah ‘Battle of Blater’ di sini

Kaya kue luurr, kisaeh Lettu Kuseri, salah sawijining pahlawan sekang Purbalingga...

Buku Tokoh Tokoh Purbalingga (Dok : Pribadi)
Catatan

Lettu Kuseri di sumber lainnya, termasuk di Buku Pelajaran IPS disebut Khusaeri

Sumber :

1.    Buku ‘Tokoh-Tokoh Purbalingga’ karya Pak Triatmo (2017) di mana saya sebagai kontributornya (Halaman 163-164)

2.    Artikel ‘Belajar Sejarah dari Nama Jalan di Purbalingga’ yang bisa dibaca di sini

3.    Artikel Pemberontakan PETA di Cilacap yang bisa dibaca di sini

4.    Wikipedia tentang Pemberontakan PETA di Blitar

 

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

1 Response to "Lettu Kuseri : Melawan Jepang, Menentang Agresi Belanda"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel