Arya Kamandanu dan Lelaki Cilaka dalam Cinta

Poster Tutur Tinular (Dok : wikipedia)
Gaes, kenal Arya Kamandanu?? Buat yang umurnya 30-an tahun ke atas pasti kenal dengan sosok satu ini. Buat bocil-bocil ep-ep, sini Om kenalin. Jadi, Arya Kamandanu itu adalah seorang pemuda dari Desa Kurawan, Singasari. Ia ganteng, gagah, rajin latian silat, tentu saja badan atletis, baik hati dan berbakti kepada orang tuanya.

Kamandanu punya kakak, namanya Arya Dwipangga. Sifatnya kebalikannya, Ia klemar-klemer, males, suka bangun siang juga seneng ngelawan orang tua, tetapi, ada satu kelebihannya yaitu jago bersyair. Kamandanu memilih jalan pedang, Dwipangga pesyennya menjadi seorang Pujangga.


Mereka berdua beranjak remaja bersama karena umurnya tak terpaut jauh. Namanya juga anak muda, mulailah masa puber. Kamandanu dan Dwipangga sama-sama mulai merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis.

 

Tersebutlah Nariratih, kembang dari desa sebelah, Manguntur. Anak Pak Kades. Cantik jelita dia sob, parasnya menawan, kulitnya glowing, bodinya juga aduhai. Banyak pemuda klepek-klepek hanya dengan kerlingan matanya. Namun, hati Nariratih sudah tersangkut dengan Kamandanu.

 

Cewe satu ini tipe yang cukup agresif, Ia sering godain Kamandanu yang pendiam dan pemalu lebih dulu. Ajak jalan lah, dimasakin, sampai disamperin ke rumahnya. Kamandanu juga suka, tapi ya itu, menang ganteng tetapi rendah diri kalau berurusan dengan asmara. Ilmu kanuragan boleh tinggi, tapi nembak cewe grogi...

 

Kamandanu lebih suka menyimpan atau memendam perasaannya. “Woi, duit disimpan bisa berbunga, buah dipendam bisa matang, lah cinta? Disimpan ngabar, dipendam ambyar ngaab!!”

 

Sampai pada suatu ketika mereka lagi mojok berdua di Candi Walandit, tempat wisata plesir yang cukup hits kala itu, pun tak terjadi apa-apa. Padahal, situasi dan kondisi sudah mendukung. Hari sudah beranjak senja, sepi, jauh dari pemukiman, angin sepoi-sepoi, suejuk... asoy pokoknya.

 

Nariratih sudah kasih kode keras, duduknya sudah mepet-mepet Kamandanu. Pokoknya, kalau saja Kamandanu peka dan tidak goblok seharusnya Ia bisa membaca bahasa tubuh Nariratih yang sudah jelas bilang pasrah mau diapain apa saja. Tinggal Kamandanu mulai dengan laku nakal-nakal dikit, Nariratih sudah pasti ‘segendang sepenarian’ dan terjadilah hal yang diinginkan itu....

 

Tetapi apa yang terjadi saudara-saudaraaa.... aealaahh, Kamandanu malah jiper... mengkeret! Nariratih pun kesal, lalu lari meninggalkan Kamandanu yang plonga-plongo tak tahu harus berbuat apa...

 

Nariratih jelas kuciwa dua belas. Ia merasa malu, sudah ngebet tapi gayung tak bersambut. Sebagai cewe yang sudah merendahkan harga dirinya dengan nyosor duluan tentu saja sakit hati saat ditampik demikian rupa. Ia menganggap itu sebagai penolakan cinta oleh Kamandanu secara mentah-mentah...!!

 

Sebenarnya Kamandanu ya pingin, wong mimpi basahnya penanda balignya saja mbayangin Nariratih. Akan tetapi ya apa daya, cuma berani dalam bunga tidur. Jagoan Kurawan itu terlalu baik-baik, pemalu dan rendah diri di hadapan perempuan.

 

Nariratih sampai rumah langsung masuk kamar dan nangis di kasur sambil mukul-mukul bantal. “Benci-benci aku sama kamu Kakang Kamandanu!!! Dasar PHP! Tukang Ghosting!!,” begitu runtuknya. Air matanya berlinang-linang.

 

Saat kemuraman dan perasaan ditolak itu memayungi Nariratih, datanglah Arya Dwipangga. Ia menghibur dan memberikan perhatian dengan baik kepada wanita yang tengah terluka itu. Pelan-pelan, Nariratih pun memalingkan diri dari Kamandanu dan melabuhkan cinta yang tertolak pada Arya Dwipangga. Itung-itung sekalian sama manas-manasin Kamandanu. Gak dapat adiknya, ya kakaknya boleh juga. “Ini liat Kamandanu, gue ditolak elu tapi sekarang bisa sama kakak lu”.

 

Hadeuh belum tahu dia, kalau Arya Dwipangga ini lelaki buaya alias kadal alias nggarangan. Meski kalah gagah dan atletis dari adiknya Ia punya jurus jitu menaklukan wanita, yaitu, kata-kata indah. Baca ini sajak-sajak Dwipangga

hujan turun dengan sedihnya
bulan tenggelam di atas telaga
kulewati malam yang dingin ini
sambil kubelai namamu bagaikan kembang

oh Nariratih, oh Ratnandana, sinar teja di pelupuk mata
Nariratih, di mana kau sembunyikan harum wajahmu
di mana kau simpan desah napasmu
solah bawahmu halus bagaikan rajakanya
pribadimu elok bagaikan puspitansa

Njir, matek kagak tuh Nariratih dibekap gombalan macam itu...

 

Anak gadis Kades Manguntur itu pun terbuai puisi dan pujian lalu jatuh dalam pelukan Dwipangga. Ia mendapatkan kehangatan yang selama ini tak diperoleh dari Kamandanu. Sebagai ‘nggarangan’, Dwipangga tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan emas. Begitu Nariratih takluk, langsung disikat dan terjadilah peristiwa ‘Candi Walandit Lautan Asmara’ yang sebelumnya gagal bersama Arya Kamandanu.

 

Mereka berdua berlomba mendaki puncak untuk mereguk madu-madu asmara yang memabukan... Kembang Manguntur itu pun ternoda. Benih dari sang pujangga tertanam di rahimnya.

 

Setelah ketahuan bunting, Arya Dwipangga mau lepas tanggungjawab. Kamandanu murka, dihajarnya Arya Dwipangga yang tentu saja babak belur tak karuan karena kalah sakti. Pas mau digebuk lagi datang itu Nariratih menghiba agar pria yang sudah menodainya itu dimaafkan.

 

Kamandanu luluh. Meski hati hancur berkeping-keping, Ia memaafkan kelakuan kakaknya dan merelakan Nariratih kawin dengan Arya Dwipangga

 

Setelah berbulan-bulan bermandi penyesalan, Kamandanu meninggalkan Kurawan. Ia mengembara sembari memperdalam ilmu kanuragan untuk meredakan sedih di hatinya.

 

Suatu hari, pengembaraannya membawa pertemuan dengan sepasang pendekar dari China, Mei Shin dan Lau Shi Shan. Mereka tengah terlunta-lunta dikejar-kejar Prajurit Gelang-Gelang pimpinan Dewi Sambi dan Empu Tong Bajil yang hendak merebut Pedang Naga Puspa yang dibawanya.

 

Kamandanu berhasil menyelamatkan keduanya, namun Lau terluka cukup parah akibat pukulan ‘Segara Geni’ dan ‘Tapak Wisa’ yang dilontarkan Penjahat Ganda Campuran Sambi-Bajil. Sebelum meninggal, Lau memasrahkan istrinya yang jelita plus Pedang Naga Puspa yang sakti mandraguna kepada Kamandanu.

 

Kamandanu membawa Mei Shin pulang ke Kurawan dan diterima dengan baik oleh orantuanya Mpu Hanggareksa. Waktu berlalu, seberkas sinar cinta mekar kembali di hati Kamandanu. Kali ini terhadap pemudi cantik dari seberang yang diselamatkannya itu. Gadis itu pun mulai terpikat ke pemuda yang kini berjuluk Pendekar Pedang Naga Puspa itu.

 

Namun, penyakit malu dan grogi di depan ciwi-ciwi dari Kamandanu belumlah sembuh. Ia tak kunjung menyatakan cinta kepada Mei Shin yang sudah menanti-nanti. Saat amoy itu tak kunjung mendapatkan kepastian cinta, datanglah lagi si bejat Arya Dwipangga dengan syair-syairnya yang menggoda.

 

Kali ini, pemuda pemetik bunga itu juga datang dengan dendam sebab sakit hati babak belur dihajar adiknya dulu. Oleh karena itu, selain syair juga digunakanlah tipudaya. Mei Shin pun ditaklukan Dwipangga. Kembang dari Tiongkok itupun ternoda.

 

Kamandanu kembali dikibuli, ditikung, diselong, disliding oleh kakaknya. Dua kali perempuan yang dicintainya disikat habis oleh saudaranya sendiri.

 

Pendekar itu kebetulan lagi pergi. Saat pulang dan mengetahui Mei Shin dinodai kakaknya, murkanya tak terbendung. Kembali dihajarnya Dwipangga. Lagi-lagi, Nariratih memohon ampun untuk suaminya yang durjana. Hati Kamandanu memang terbuat dari emas, Ia masih memaafkan kakaknya.

 

Kali ini, Ia tak membiarkan kakaknya menikahi Mei Shin sehingga gadis tiongkok itu dipersuntingnya. Meski sudah suami-istri, Kamandanu berkomitmen tak menyentuh Mei Shin sampai lahir anaknya yang dari Dwipangga.

 

Eh, dasar brengsek, kakaknya malah makin tidak tahu diuntung. Ia tahu Gelang-Gelang tengah mencari-cari Pedang Naga Puspa dan Mei Shin juga Kamandanu, maka keberadaan mereka pun dilaporkan. Akhirnya, kediaman mereka dilurug pasukan ‘segelar sepapan’ pimpinan Sambi-Bajil. Saat itu, Kamandanu lagi ke kotaraja. Ayahnya Mpu Hanggareksa dan rewangnya Nyi Rongkot gugur. Mei Shin susah payah melarikan diri dalam kondisi hamil.

 

Saat pulang dan mengetahui tragedi itu, murka Arya Kamandanu benar-benar tak terbendung. Arya Dwipangga dihajar habis-habisan sampai jatuh ke jurang. Nariratih sudah lebih dulu meninggal karena sengsara punya suami bejat dan ringan tangan. Kembali lagi, Kamandanu memang berhati emas. Ia merawat anak Nariratih dan Dwipangga yang bernama Panji Ketawang. Lalu, Ia mencari Mei Shin yang diselamatkan tabib Wong Yin. Mei Shin akhirnya melahirkan anak yang diberi nama Ayu Wandira.

 

Nasib malang belum berhenti mendatangi Kamandanu. Suatu saat, Mei Shin kebetulan bertemu dengan gerombolan Tong Bajil, Ia berhasil dikalahkan dan hilang tak tahu rimbanya.

 

Akhirnya, Kamandanu pun merawat Panji Ketawang dan Ayu Wandira, dua anak kakaknya dari rahim dua perempuan yang dicintainya. Duuhh, nelangsa betul nasibmu Kamandanu.... sungguh lelaki yang cilaka dalam cinta.

Angge-angge orong-orong, ora melu gawe melu momong...

Kamandanu kemudian berkelana. Ia menjadi saksi juga pelaku berbagai peristiwa yang mengiringi jatuhnya Kerajaan Singasari lalu berdirinya Majapahit. Selanjutnya, Kamandanu memang menikah dengan Sakawuni, pendekar wanita teman seperjuangan dalam membantu Sanggrama Wijaya mendirikan kerajaan baru di Hutan Tarik.

 

Perkawinan Kamandanu dengan Sakawuni sebenarnya hanya karena gak elok rasanya seorang panglima perang Majapahit kok tak berpendamping. Lagipula mereka sudah sama-sama dewasa dan makan asam garam kehidupan, sudah tahu bahwa membina rumah tangga itu komitmen tak harus dilambari cinta. Cinta itu bisa tumbuh seiring waktu

 

Sakawuni kemudian hamil. Apa mau dikata, anaknya lahir tak biasa karena bersisik ular. Konon karena efek Pedang Naga Puspa. Kelahiran jabang bayi yang diberi nama Jambu Nada itu diikuti dengan meninggalnya Sakawuni usai persalinan. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun.

 

Kamandanu ditelan nelangsa. Ia berpikir keras. Kok hidupku gini amaat ya.... ngenes! Akhirnya, Ia memilih meninggalkan gemerlap kehidupan Kotaraja Majapahit yang ikut didirikannya dan menyepi di hutan bersama Jambu Nada.

 

Catatan :

Kisah tersebut berasal dari sebuah Sandiwara Radio berjudul 'Tutur Tinular' karya S.Tidjab yang tenar tahun 80-90an. Karyanya juga ditampilkan pada layar lebar dan serial di layar kaca. Saya salah satu penggemarnya


Sumber dan Inspirasi Tulisan :

-       Hasil nonton Tutur Tinular pada malam-malam gabut akibat PPKM di aplikasi video

-       Artikel tentang Tutur Tinular di Wikipedia

-       Artikel-artikel tentang Arya Kamandanu di Mojok


Artikel iseng sebelumnya tentang Kisah Cinta Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 bisa dibaca di sini

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

2 Responses to "Arya Kamandanu dan Lelaki Cilaka dalam Cinta"

kangimam said...

Josslah kerenn poll

Unknown said...

Seri 717 - 718
Pertemuan terakhir Kamandanu Meisin (stlh Sakawuni meninggal )pg hr ditapal batas kota majapahit :
AK : Meisin...
MS : Kakang kamandanu, hendak pergi kemana kau kkng?
AK : kemanapun aku prgi, kau tak usah peduli pdku
MS : tak bolehkah aku tahu, apa rencanamu selanjutnya?
AK : Entahlah
MS : bayimu msh merah, tentu dia membutuhkan belaian kasih sayang seorg ibu
AK : tdk...aku akn merawat anakku dgn ke2 tanganku sendiri
MS : oh..kkg kamandanu, kau msh jg tdk prcaya, bhw aku mencintaimu kkg
AK : sdhlah meisin, aku tak ingin mengungkit2 masa lalu, yg lalu biarlah berlalu, anggap saja mimpi sekejap, yg pada waktunya akan berakhir, aku akan menyiapkan masa depan utk anakku, maafkan aku meisin
Pmbw crt : secepat kilat AK meninggalkan MS yg tak bs berbuat apa2, selain menangis
MS : kkg kamandanu, mengapa sikapmu bgt dingin & acuh pdku, seolah2 kita tdk prnah dekat
Pg hari ditinggal AK, malamnya bertemu Arya Dwi pangga, yg kmdian mnjadi asisten di rmh MS, 10 thn kemudian Arya dwi pangga resmi mnjadi suami Meisin, atas prmintaan Ayu wandira
Mf ya...efek WFH jd dengerin sandiwara ini, trnyata ceritanya bagus...crta di sandiwara berbeda jauh dgn yg disinetronnya ( videonya )
Lebih brmanfaat sandiwaranya

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel