Seri Soedirman (2) : Sudah 'Jenderal' Sejak Remaja

Jenderal Soedirman (Dok : www.trisila.com)
Setelah ayahnya meninggal dan ibunya pulang ke kampung halamanya di Ajibarang, Soedirman sepenuhnya dalam bimbingan Keluarga Tjokrosoenarjo (Cokrosunaryo) di Cilacap. Ia diajarkan etika dan tata krama priyayi namun dengan etos kerja dan kesederhanaan wong cilik.

Cokrosunaryo memang mantan pejabat namun selama menjadi camat, Ia tak menggunakan kesempatan itu untuk mengumpulkan banyak kekayaan. Sembari menikmati masa pensiun, Cokrosunaryo berniaga sebagai penyalur mesin jahit merek ‘singer’. Jadi, Soedirman hidup cukup namun tak masuk kategori kaya raya.


Keluarganya juga memberikan pendidikan agama yang baik, Ia dan adiknya mempelajari Islam di bawah bimbingan Kyai Haji Qahar. Soedirman sejak anak-anak dikena taat agama. Ia selalu shalat tepat waktu, bahkan dipercaya untuk mengumandangkan adzan dan iqamat.


Saat berusia tujuh tahun, Soedirman terdaftar di sekolah kolonial untuk pribumi (hollandsch inlandsche school). Pada tahun kelimanya bersekolah, Soedirman  sering diejek oleh kawan-kawanya yang sebagian besar anak bangsawan atau anak pejabat. Puncaknya, Ia bahkan diminta untuk berhenti sekolah.


Keluarganya tak kuasa menolak, akhirnya, Soedirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Perguruan Taman Siswa pada tahun ketujuh sekolah. Baru setahun, Taman Siswa dibubarkan Pemerintah Kolonial Belanda, alasanya, tidak terdaftar sehingga terkena beleidordonansi sekolah liar’.


Akhirnya, pada tahun kedelapan, Soedirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo. Wirotomo artinya Gerbang Utama. Kebanyakan guru di situ adalah kamum nasionalis. Pendidikan dari mereka nantinya turut mempengaruhi pandangan Soedirman terhadap Penjajah Belanda.


Soedirman selalu belajar dengan tekun di sekolah. Seorang gurunya di Wirotomo yang bernama Suwarjo Tirtosupono menyebut Soedirman sudah mempelajari pelajaran tingkat dua pada saat masih tingkat satu. Meskipun lemah dalam pelajaran Kaligrafi Jawa, Soedirman sangat pintar dalam pelajaran matematika, ilmu alam dan bahasa, baik Belanda maupun Indonesia.


Pada sekolahnya yang ketiga itu, Soedirman juga menjadi semakin taat agama di bawah bimbingan gurunya, Raden Muhammad Kholil. Ia bahkan sampai dipercaya untuk memberikan ceramah kepada siswa lain. Sebab alimnya itu, teman-teman sekelasnya sampai memanggilnya ‘kaji’ atau ‘kajine’ (‘Kaji’ Bahasa Banyumasan untuk menyebut ‘haji’).


Selain belajar dan beribadah, Soedirman aktif berorganisasi sejak sekolah. Ia menjadi anggota Perkumpulan Siswa Wirotomo. Lalu, di bidang seni, Soedirman ikut dalam klub drama dan kelompok musik sekolah.


Soedirman juga senang olah raga, Ia berposisi sebagai bek di tim sepakbola Banteng Muda Cilacap. Meski krempeng, Sudirman bek yang tangguh sehingga sering menjadi incaran permainan keras lawan. Kaki ‘Sang Jenderal Lapangan Hijau’ itu cedera karena sering di-tackling lawan.


Soedirman juga aktif di luar sekolah, yaitu, Persyarikatan Muhammadiyah. Apalagi gurunya R. Moch Kholil adalah pimpinan ormas Islam itu. Ia membantu mendirikan Hizboel Wathan, sebuah organisasi Kepanduan Putra milik Muhammadiyah . Ia bahkan dipercaya menjadi pemimpin Hizboel Wathan cabang Cilacap. Kajine menjalankan amanahnya, seluruh kegiatan Hizboel Wathan terencana dan tereksekusi dengan baik. Ia bahkan bersikeras kontingen dari Cilacap harus berkiprah lebih luas, salah satunya ikut menghadiri konferensi Muhammadiyah di seluruh Jawa.


Pada organisasi kepanduan itu, Soedirman juga menekankan perlunya pendidikan agama. Ia. turun tangan mengajari para anggota muda Hizboel Wathan tentang sejarah Islam dan pentingnya moralitas. Soedirman juga memberlakukan disiplin militer di organisasi kepemudaan itu.


Pada tahun 1934, Cokro Sunaryo meninggal. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Cokro Sunaryo membuka rahasia kalau dirinya adalah ayah adopsi ke Soedirman. Kematian Sang Ayah menyebabkan keluarganya jatuh miskin. Ia sampai tak punya biaya untuk meneruskan sekolah, untungnya diberikan dispensasi sekolah tanpa membayar sampai lulus pada akhir tahun itu.


Setelah kepergian ayah tirinya, Soedirman mulai mengambil tanggung jawab sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Ia dipercaya menjadi guru praktik di Wirotomo. Sekolahnya percaya penuh karena sejak menjadi siswa, Soedirman sudah menjadi ‘guru’ bagi teman-temannya. Ia dijuluki ‘guru kecil’ karena sering dipercaya guru untuk membantu temannya yang kesulitan belajar.


Jadi, bisa dibilang Soedirman sudah menunjukan bakat kepemimpinannya sejak remaja. Ia 'jenderal' di kelas, di Hizboel Wathon juga di lapangan hijau.

 

#105TahunSoedirman #Sejarah #Purbalingga

 

*Pemantik pada acara Gendu-gendu Rasa '105 Tahun Jenderal Soedirman', Kamis 28 Januari 2021, disiarkan live di IG @purbalinggaku.news

*Artikel diolah dari data dan informasi tentang Soedirman di Wikipedia dan Historia. Foto dari trisila.com

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

0 Response to "Seri Soedirman (2) : Sudah 'Jenderal' Sejak Remaja"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel