Menimbang Ulang Hari Jadi Kabupaten Purbalingga

Alun-Alun Purbalingga 1905 (Dok : Troppen Museum)
Selama ini Hari Jadi Kabupaten Purbalinga ditetapkan pada 18 Desember 1830. Kita merayakan hari jadi itu dengan suka cita, biasanya, ada berbagai macam lomba juga pesta rakyat digelar selama bulan Desember.

 

Gaes, tahu tidak sich jika 18 Desember 1830 itu adalah masa kepemimpinan adipati / bupati ketiga, Raden Tumenggung Brotosudiro. Kok bisa ya ditetapkan sebagai hari jadi? Unik kan? Hehe. Mengapa unik, sebab, biasanya ulang tahun sebuah daerah ditetapkan pada saat berdirinya atau pada era pimpinan yang pertama.

 

Saya pun kepo mengapa bisa demikian. So, saya cari tahu.

 

Jadi begini, HUT Purbalingga itu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 15 Tahun 1996 tanggal 19 Nopember 1996. Pada beleid tersebut ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Purbalingga adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.

 

Dasar penetapannya adalah Besluit Gouverneur General Pemerintah Kolonial Hindia Belanda No. 1 tanggal 18 Desember 1830 tentang pengambilalihan kekuasaan atas wilayah-wilayah vorsetenlanden ( bekas kasunanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta) kepada Belanda, salah satunya Kabupaten Purbalingga. Pengambilalihan kekuasaan itu dilaksanakan pasca berakhirnya Perang Diponegoro.

 

Secara tidak langsung, hal itu merupakan tanda dimulainya penguasaan kolonial terhadap Kabupaten Purbalingga. Jadi, selama ini kita merayakan resminya Kabupaten Purbalingga dibawah penguasaan kolonial Belanda? Hehe. Ini ‘keunikan’ kedua.

 

‘Keunikan’ pertama, penetapan hari jadi kok di era bupati ketiga. ‘Keunikan’ kedua, hari jadi kita kok seperti merayakan resminya pemerintah kolonial Belanda atas Bumi Perwira.

 

Padahal, kalau merujuk kepada catatan sejarah, Purbalingga bisa saja menetapkan hari jadi yang lebih pas dan juga lebih ‘patriotis’.

Nisan Arsantaka (Dok : www.langgamlangitsore.blogspot.com)
Misal, babad-babad Purbalingga menjelaskan dengan gamblang bahwa pendiri Purbalingga adalah ayah – anak, Ki Arsantaka dan Ki Arsayuda. Singkat kata, Ki Arsantaka menyarankan kepada anaknya yang saat itu menjadi Ngabehi Karanglewas di bawah Kadipaten Banyumas, untuk memindahkan pusat pemerintahan ke sebuah wilayah yang dianggap lebih subur dan strategis bernama Purbalingga. Sejak saat itulah, Purbalingga lepas dari Banyumas, menjadi kadipaten yang tersendiri di bawah Kasunanan Surakarta.

 

Menurut catatan Kantor Kesantanan Sidikoro, Baluwerti, Keraton Surakarta, peristiwa itu terjadi pada Hari Senin Legi, 26 Selo, Tahun Ehe 1684 (tahun jawa) atau 23 Juli 1759. Saat itu dibangunlah alun-alun dan rumah kadipaten serta segala sesuatunya yang berkaitan dengan pusat pemerintahan.

 

Lahirlah Purbalingga dengan adipati / bupati pertama adalah Ki Arsayuda, putera Ki Arsantaka. Ia bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III, memerintah tahun 1759-1787. Dipayuda III kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Dipakusuma I sebagai adipati kedua (1792-1811) didampingi adiknya Raden Kertosono sebagai Patih Purbalingga.

 

Dipakusuma I kemudian digantikan anak sulungnya Danakusuma yang kemudian bergelar Raden Mas Tumenggung Bratasudira sebagai bupati ketiga yang memerintah tahun 1811-1831.

 

Sepak terjang Ki Arsantaka dan anaknya dalam mendirikan Purbalingga bisa dibaca di link ini.

 

Susunan para pemimpin Purbalingga itu dari Tumenggung Dipayuda III itu catatan resmi. Ada di situs pemkab, ada di buku babad Purbalingga, ada di wikipedia, di pendopo kabupaten ada silsilah dan gambar-gambarnya. So, sangat jelas, 18 Desember 1830 itu era bupati ke 3.

 

Dengan demikian, bukan tak berdasar, jika Hari Jadi Purbalingga perlu ditimbang ulang. Menurut saya, 23 Juli 1759, saat Ki Arsantaka dan puteranya babat alas mendirikan Purbalingga lebih tepat dijadikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Purbalingga. Kota kita seharusnya, 71 tahun lebih tua. Jadi, tahun 2020, Bumi Perwira seharusnya merayakan hari jadi yang ke 261 bukan ke 190.

Kadipaten Wirasaba (Dok : Halaman FB Kadipaten Wirasaba)
Kemudian, jika menggunakan referensi sejarah lain, yaitu Babad Wirasaba, Kabupaten Purbalingga bisa jauh lebih tua. Sumber ini menjelaskan adanya Peristiwa Mrapat Kadipaten Wirasaba yang sudah dijadikan dasar hari jadi kabupaten tetangga kita, Banyumas dan Banjarnegara.

 

Peristiwa Mrapat terjadi di era Kasultanan Pajang yang diawali dari tragedi memilukan terbunuhnya Adipati Wargautama. Pasca tragedi itu, Jaka Kaiman sang menantu yang dipercaya untuk meneruskan kekuasaaan di Kadipaten Wirasaba membagi empat kekuasaan, yaitu, Kejawar, Pamerden, Banjar Petambakan dan Wirasaba.

 

Kejawar kelak menjadi Banyumas yang dipimpin Jaka Kaiman. Saudara iparnya Wirayuda memimpin Banjar Petambakan yang menjadi Banjarnegara, Pamerden dipimpin Wirakusuma yang sekarang berada di Cilacap dan Wirasaba diberikan ke Wargawijaya yang sekarang berada di wilayah Purbalingga.

 

Kisah selengkapnya tentang tragedi yang berakibat terbagi empatnya Kadipaten Wirasaba bisa dibaca pada tulisan saya sebelumnya di link ini.

 

Dengan demikian, jika Banyumas dan Banjarnegara menjadikan Peristiwa Mrapat sebagai dasar hari jadi, rasanya Purbalingga juga sangat berhak.

 

Banyumas dan Banjarnegara menetapkan hari jadinya hampir bersamaan, hanya terpaut 4 hari. Banyumas pada 22 Februari 1571, sementara Banjarnegara pada 26 Februari 1571. Tahun 2021, kedua kabupaten itu akan sama-sama berusia 450 tahun.

 

Uniknya, kedua kabupaten itu juga pernah merevisi hari jadinya. Kabupaten Banyumas, mengubah hari jadinya dari 6 April 1582 menjadi 22 Februari 1571 setelah melakukan kajian sejarah yang kemudian dituangkan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2015 tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas.

 

Sementara, Kabupaten Banjarnegara malah baru tahun 2019 lalu mengubah hari jadinya dari 22 Agustus 1831 menjadi 26 Februari 1571. Itu menambah tua 260 tahun umur Banjarnegara.

 

Sebelumnya, kabupaten yang dikenal dengan dawet ayunya itu sama dengan Purbalingga, mendasarkan ulang tahun pada Besluit Gouverneur General Pemerintah Kolonial Belanda. Setelah melakukan kajian terutama berdasarkan pada Babad Wirasaba dan Naskah Kalibening mereka merubahnya merujuk kepada Peristiwa Mrapat.

 

Pada penjelasan resmi Pemkab Banjarnegara mengenai alasan diubahnya hari jadi berbunyi demikian :

 

"Peringatan hari jadi pada tanggal sebelumnya 22 Agutus 1831 merupakan tanda dimulainya kekuasaan kolonial Belanda secara administratif terhadap Banjarnegara. Berbeda dengan tanggal 26 Februari 1571 ini jauh sebelumnya dan memiliki spirit nasionalisme dan patriotisme"

 

Jadi, tak tabu kok merevisi hari jadi sebuah kabupaten. Kedua tetangga kita sudah melakukanya dengan spirit untuk meletakan pada dasar sejarah yang lebih valid dan lebih tepat.

 

Salam Purbalingga Perwira..

Ahaii... Serrr...

 

Referensi :

https://republika.co.id/berita/koran/news-update/16/02/17/o2oul06-hari-jadi-kabupaten-banyumas-berubah

https://www.banyumaskab.go.id/read/18786/mulai-2016-hari-jadi-banyumas-tanggal-22-februari#.X-8wPfkzbIU

https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4454522/hari-jadi-banjarnegara-resmi-diubah-jadi-26-februari

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Bupati_Purbalingga

https://www.arifsae.com/2019/12/merayakan-hut-kolonilaisme-di.html#:~:text=arifsae.com%20%2D%20Tanggal%2018%20Desember,itu%20legal%20di%20rayakan%20warganya.

 

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

1 Response to "Menimbang Ulang Hari Jadi Kabupaten Purbalingga"

admin said...

Merden itu di kecamatan purwonegoro kab. Banjarnegara

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel