Sarengat, Kapten dari Keponggok

Jalan Kapten Sarengat di Kelurahan Purbalingga Wetan (Dok Pribadi)
Sarengat, pemuda asal Keponggok, Wirasana adalah salah satu pejuang di era Perang Kemerdekaan asal Purbalingga. Ia turut bergerilya mempertahankan tanah air saat Agresi Militer Belanda beraksi hendak menjajah kembali negeri ini.

 

Ia gugur jauh dari tanah kelahirannya. Darah Sarengat tertumpah membasahi Bumi Pertiwi pada palagan yang ada di Wilayah Surakarta.

 

Sarengat, singkat saja namanya, lahir di Dusun Keponggok (saat ini masuk di Kelurahan Wirasana), Purbalingga. Ayahnya Martodimedjo adalah seorang Carik (Sekretaris Desa), ibunya bernama Rr. Soegeng. Ia merupakan sulung dari 11 bersaudara.

 

Sarengat cukup beruntung bisa mengenyam pendidikan di era kolonial berkat ayahnya yang tergolong Pamong Praja. Ia menyelesaikan bangku sekolah dasar dan menengah di Purbalingga. Selain berpendidikan, Sarengat juga cakap bergaul, sehingga mudah diterima di lingkungannya.

 

Darah muda Sarengat turut terlecut untuk melawan penjajahan yang membelenggu negerinya sekian lama. Saat Jepang masuk dengan semangat anti imperialisme yang memperkenalkan diri sebagai ‘Saudara Tua’, Sarengat ikut aktif di Seinen Dojo (Barisan Pemuda) yang kemudian menjadi Pembela Tanah Air (PETA). Rekannya di kesatuan milisi bentukan Jepang itu ada Soedirman, Isdiman Soerjokoesoemo juga Gatot Soebroto yang di kemudian hari menjadi tokoh-tokoh pemimpin gerilya dan kepada mereka disematkan gelar Pahlawan Nasional.

 

Saat di PETA, Sarengat berpangkat cukup tinggi. Ia pernah menjabat menjadi wakil Daidancho Isdiman, kemudian Gatot Subroto di kesatuan Daidan IV Banyumas. Setelah Indonesia Merdeka, Sarengat meneruskan kiprahnya aktif di militer dengan menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

 

Sarengat meneruskan kerjasamanya dengan Isdiman yang telah berpangkat Letnan Kolonel (Letkol). Ia menjabat sebagai wakil komandan Resimen I Divisi V Banyumas, di mana Letkol Isdiman menjadi komandannya. Pangkatnya Kapten, jenjang kepangkatan perwira tentara yang cukup tinggi.

 

Saat meletus pertempuran heroik di Ambarawa pada penghujung November 1945, Kapten Sarengat dan Letkol Isdiman bahu membahu memimpin pasukan untuk menahan gempuran NICA (Nedherland Indies Civil Administration) yang dibantu sekutu. Isdiman gugur di Palagan Ambarawa pada 27 November 1945.

 

Adapun Sarengat berhasil selamat dan kemudian melanjutkan pertempuran sengit itu di bawah kepemimpinan langsung Kolonel Soedirman. TKR akhirnya berhasil mengusir Pasukan Sekutu dari Ambarawa yang hengkang pada 15 Desember 1945.

 

Setelah peristiwa Palagan Ambarawa, Sarengat kemudian menyingkir ke Surakarta. Di kota itu, Ia kembali terlibat pertempuran sengit. Sarengat gugur saat ikut mempertahankan Solo. Ia dikebumikan di kota budaya itu. (Saat ini di Taman Makam Pahlawan Surakarta)

 

Sarengat yang masih muda meninggalkan seorang istri bernama Suweni, anak Kepala Desa Galuh Nadjawidjaja, desa tetangganya. Berdasarkan catatan Tri Atmo, mereka menikah pada 14 April 1943. Ia meniggalkan seorang putra yang masih bayi dan kemudian juga menyusulnya, meninggal saat usia 2 tahun karena sakit.

 

Atas jasa-jasanya, Kapten Sarengat diabadikan menjadi nama ruas jalan di Kelurahan Purbalingga Wetan, tanah kelahirannya. Ruas Jalan Kapten Sarengat bersinggungan dengan Jalan Letkol Isdiman dan Jalan Jenderal Soedirman, dua orang yang pernah menjadi komandannya.

 

Begitulah sekelumit kisah Sarengat, pahlawan Perang Kemerdekaan asal Purbalingga. Sarengat, Kapten dari Keponggok.

 

Sumber :

1.    Buku Tokoh-Tokoh Purbalingga, Tri Atmo (2017), di mana saya sebagai kontributornya. Terbitan Purbadi Publishing

2.    Buku Pejuang Purbalingga dalam Mempertahankan Kemerdekaan, Dwi Hatmoko, dkk (2021). Terbitan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purbalingga

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

0 Response to "Sarengat, Kapten dari Keponggok"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel