Sejarah dan Budaya Purbalingga itu Keren, Kita Harus Bangga!!

Teras Budaya 2021 (Fotonya kiriman dari Mas Kades Serayu Larangan yang ikut di room zoom)
Sabtu malam lalu (31/07), Saya dan Mas Agus Sukoco berkesempatan sharing tentang sejarah dan Budaya Purbalingga. Kawan-kawan Gerakan Mahasiswa Purbalingga (Gemalingga) mendaulat kami untuk mengisi acara TERAS BUDAYA 2021 yang mereka gagas. Temanya mantaps 'Menumbuhkan Rasa Kebangsaan melalui Kebudayaan'.

Acara yang dimoderatori oleh aktivis muda Bung Laksa Tiar Makmuria berlangsung gayeng. Tak terasa dua jam lebih kami berbincang. Meski daring, animo publik cukup baik. Menurut panitia, ada 80 peserta yang mendaftar ikut dalam forum Zoom, mereka juga aktif bertanya.

Sebagai pembuka saya menyampaikan bahwa jejak sejarah Purbalingga memang cukup mengagumkan sejak era purbakala, Hindu-Budha, Islam, jaman kolonial, sampai perjuangan kemerdekaan. Misal, Purbalinga mempunyai Situs Tipar di Desa Ponjen yang merupakan situs perbengkelan purba.  Situs itu pernah diteliti Prof Harry Truman Simanjuntak ‘Bapak Arkeologi Indonesia’ pada tahun 1983 dan masuk dalam Atlas Pra Sejarah Nasional sejajar dengan situs purbakala lainnya seperti Sangiran dan Trinil.

Soal Purba, ada pula menhir di Desa Dagan, punden berundak dan phalus di Situs Bandingan Karangjambu juga temuan fosil geraham Stegodon (gajah purba) di Bantaran Sungai Klawing, Dukuh Kutabangsa, Desa Onje.

Kemudian, pada era Hindu-Budha kita juga memiliki Prasasti Batu Tulis Cipaku dan Prasasti Bukateja yang terbuat dari lempengan emas. Inskripsi di dalamnya menandakan kawasan di lereng timur Gunung Slamet itu penting pada era abad ke 5-8 Masehi. Lalu, kalau bicara era sesudahnya ada Kadipaten Wirasaba yang eksis sejak jaman Majapahit. Wirasaba merupakan induk dari Banyumas Raya kini. Saya berandai jika saat itu tidak terjadi Peristiwa Mrapat, budaya 'panginyongan' sekarang namanya bukan ‘Banyumasan’ tetapi ‘Wirasabaan’.

Beralih ke era Islam, ada Perdikan Cahyana yang mengirimkan kontribusi dalam pembangunan Kesultanan Demak, imperium Islam pertama di Pulau Jawa. Syech Wali Perkasa mendapat Surat Kekancingan dari Raden Patah yang menyatakan wilayah Cahyana bebas pajak dan berlaku pada era-era berikutnya. Tidak ada yang berani mengubah status Perdikan Cahyana meski Demak berganti Pajang berganti Mataram, lalu diteruskan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Pada era kolonialisasi Belanda, Purbalingga memiliki peran penting dengan adanya pabrik tembakau, gula dan teh. Ada dua pabrik gula di Bojong dan Kalimanah serta pabrik tembakau besar di Kandanggampang yang bahkan eksis sampai tahun 1980an. Kita juga menjadi lokasi Lapangan Udara Wirasaba yang merupakan pangkalan militer penting di wilayah Jawa Tengah bagian selatan-barat. Perlu diingat, Belanda membangun sesuatu pasti sudah melalui kajian yang baik dan tidak memilih Purbalingga tanpa dasar yang kuat.

Selanjutnya, pada saat perang kemerdekaan, rakyat Purbalingga juga bangkit untuk melawan penjajahan. Ada peristiwa Perang Blater, Perang Pepedan, Sabotase Belanda di Bobotsari dan lainnya. Seorang serdadu Belanda bernama Letnan Hans Gerritsen bahkan secara khusus menulis buku atas pengalaman selama tugas militernya di Purbalingga berjudul 'De Hinderlag Bij Sindoeradja' artinya Penyergapan di Sinduradja.

Semua kisah yang saya sebutkan diatas sudah saya tulis dan artikelnya bisa dibaca di www.igosaputra.com atau youtube Igoendonesia Journey. Ready stok juga buku Sejarah Purbalingga Seri 1 : Jejak Kolonial di Bumi Perwira dan Seri 2 : Jejak Perjuangan Kemerdekaan di Bumi Perwira (Bisa dibeli di Kedai Pojok atau dikirimkan ke alamat)

Menurut saya, semua catatan sejarah itu membuktikan orang-orang yang hidup di 'Bumi Pewira' sudah menorehkan catatan emas sejak dulu kala. Wong braling udu kaleng-kaleng. So, kita seharusnya bangga dan menggunakannya sebagai api semangat untuk membangun diri juga membangun Purbalingga kini dan masa depan.

Mas Agus Sukoco seperti biasa memberikan pemaknaan filosofis yang ciamik terhadap berbagai narasi sejarah yang saya sajikan. Ia menyebutkan saat ini sudah tak banyak orang yang tahu dengan cerita sejarah tersebut. Menurutnya, ketidaktahuan itu menyebabkan kita kehilangan jatidiri. 

"Saat ini seolah-olah standar kemajuan kita adalah modernisasi yang menganut nilai-nilai barat, padahal nenek moyang kita mempunyai budaya adi luhung sendiri yang mulai terlupakan," katanya.

Mas Agus mencontohkan kita bak Burung Rajawali yang terkurung dalam sangkar sampai beranak-pinak. Keturunannya bisa jadi sudah tak paham lagi kalau dirinya adalah Rajawali si burung perkasa raja angkasa. Untuk menolong burung itu bisa kembali gagah perkasa salah satu caranya adalah dengan menyadarkan kembali akan asal usulnya, sejarahnya.

“Nah, kajian sejarah dan budaya seperti ini adalah ikhtiar untuk mendobrak jeruji besi dan kerangkeng yang mengekang Rajawali agar dia bisa terbang tinggi kembali ke angkasa,” katanya.

Kita inilah Rajawali yang sudah kehilangan jati dirinya. Perlu bagi kita belajar sejarah dan budaya leluhur untuk mengerti siapa kita dan menggali jati diri.

Mas Agus mengutip Syair Maskumambang dari WS Rendra ‘Si Burung Merak’ untuk memaknai pentingnya belajar sejarah. "Kalau kita tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa lalu maka kita tidak akan bisa menguasai masa kini, maka rencana masa depan hanyalah spekulasi, keinginan, dan angan-angan”

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

0 Response to " Sejarah dan Budaya Purbalingga itu Keren, Kita Harus Bangga!!"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel