Kiprah Pasukan Pelajar dalam Perang Kemerdekaan di Purbalingga

Tentara Pelajar (Dok : www.historia.id)
Selasa, 19 Juli 1949

Matahari beranjak naik, hari mulai terik. Ketenangan penduduk di Desa Penolih, Bandingan, Lamuk dan sekitarnya, pada hari itu terusik. Musababnya, Patroli Belanda datang mebuat huru-hara. Mereka mengumbar tembakan membabi buta. Penduduk tak berdosa yang tak sempat melarikan diri, entah pria, wanita atau bahkan anak-anak menjadi korban keganasan para serdadu durjana.


Pasukan Republik tentu saja tak tinggal diam melihat rakyat ditindas sedemikian rupa. Mereka sudah mempersiapkan perlawanan, namun menunggu momentum yang pas. Sebab, selain kurang persenjataan, anggota pasukannya juga banyak yang tak terlatih. Kebanyakan merupakan tentara serabutan, kalaupun mengenyam pelatihan militer hanya seumur jagung saat pendudukan Jepang, bahkan banyak yang masih berstatus pelajar tingkat menengah atas atau pertama.


Pasukan pelajar ini hanya modal kecintaan terhadap tanah air dan kenekatan khas remaja, meski begitu peran mereka tak bisa dianggap sepele. Itupula yang terjadi pada salah satu fragmen perang kemerdekaan yang terjadi di ‘Bumi Perwira’ hari itu.


Palagan Lamuk menjadi saksi Tuhan memang bersama orang-orang pemberani. Pasoekan Peladjar I.M.A.M (Indonesia Merdeka Atoe Mati) Divisi Purbalingga yang berisi personil prajurit yang masih 'bocah' itu berhasil memporak-porandakan Pasukan Belanda yang berpengalaman tempur dan bersenjata lengkap.


Alkisah, pada hari itu  Pasukan Pelajar IMAM ditugaskan untuk turut serta menghadang patroli Belanda. Tanpa banyak cingcong, para remaja tanggung itu gercep berangkat. Dua regu dari kesatuan mereka, yaitu, Regu Siswoyo dan Regu Sumarno berada di garis terdepan.


Mereka dibawah kordinasi Pasukan TNI yang dipimpin oleh Kapten Kusworo. Sesuai instruksi, mereka tak mengambil tindakan saat Belanda masih berada di wilayah perkampungan. Pejuang Republik mereka bersembunyi di jalur yang diduga akan dilewati ‘Andjing-Andjing NICA’ itu.


Setelah puas beraksi membabi buta menyiksa penduduk, Patroli Belanda masuk wilayah Desa Lamuk. Saat itu, sebagian besar penduduk sudah menyingkir ke Bukit Indrakila. Sebab mendapati perkampungan yang kosong, mereka melanjutkan perjalanan ke Bukateja, ada markas mereka di sana. Patroli Belanda itu potong kompas, menyeberang Sungai Pekacangan.


Itulah saat yang dinanti-nanti Pejuang Republik dengan Pasukan Pelajar yang berada di garis terdepan. Mereka bersembuyi di balik rerimbunan pepohonan. Tak jauh dari mereka, di jalanan berbatu, masuk iring-iringan Patroli Belanda dalam keadaan tak terlalu waspada.


Pasukan Republik menunggu semua rombongan Patroli Belanda turun dari tebing sungai. Saat serdadu terakhir sudah menuruni sungai, komando terdengar lantang dari komandan Pasukan Pelajar IMAM. 


Seraaanggg...! Tembaak.....! Majuuu! 


Tanpa ampun, remaja-remaja patriotik itu maju dan memberondong Pasukan Belanda yang tengah menyeberang sungai. Peluru berhamburan.


“Duar Duar... Dorr Dorr...


Booyah! Head Shoot Gaess!


Korban pun berjatuhan di pihak pasukan penjajah itu. Posisi mereka yang berada di sungai menjadi sasaran empuk Pasukan Pelajar Imam yang menembaki dari tebing. Sadar menjadi mangsa yang mudah, komandan Belanda menginstruksikan segera menyeberangi sungai dan berlindung di parit-parit ladang sebelah selatan Sungai Pekacangan.


Mereka kemudian memperbaiki posisi dan balik menggempur dengan senapan mesin dan mortir. Namun, posisi Pasukan Pelajar IMAM yang berada di tebing cukup terlindung, sehingga meski jaraknya dekat, tidak efektif untuk diserang dengan senapan mesin dan mortir. Lontaran mortir itu justru ‘kelawung’ mengenai Pasukan TNI dari Seksi Guntur yang datang belakangan dan posisinya berada di belakang Pasukan Pelajar IMAM. Salah satu anggota Pasukan Seksi Guntur, gugur terkena mortir di kepalanya.


Serangan balik Belanda cukup membuat panik sehingga menyebabkan kejadian konyol. Jadi, Seksi Guntur yang berada di belakang Pasukan Pelajar IMAM salah paham. Mereka mengira posisi Belanda ada di depannya, padahal itu adalah posisi Pasukan Pelajar IMAM, namun tak terlihat karena terhalang kebun. Sebab salah paham posisi itu, Seksi Guntur malah menembaki Pasukan Pelajar IMAM, sebaliknya pasukan pelajar mengira tembakan di belakangnya dari Pasukan Belanda yang datang mendukung rekannya. Walhasil, sesama pejuang republik itupun saling tembak.


Pada tengah pertempuran kacau itu, salah seorang anggota pasukan Seksi Guntur diperintahkan untuk bergerak melingkar, kebetulan seragamnya mirip Pasukan KNIL. Nah, seorang penduduk yang melihatnya kemudian tergopoh-gopoh memberitahu Pasukan Pelajar IMAM karena mengira ada Serdadu Belanda yang akan menjepit posisi mereka. Melihat kondisi itu, Pasukan Pelajar IMAM memilih mundur ke arah Gumiwang. Mereka bergabung dengan pasukan TNI pimpinan Kapten Kusworo. Syukurlah, adu tembak karena salah paham itu selesai.


Setelah serangan dari depannya mereda, Pasukan TNI Seksi Guntur merangsek maju. Mereka menjumpai bekas posisi pertahanan Pasukan Pelajar IMAM di tebing sungai yang penuh dengan selongsong peluru. Sementara Belanda sudah menjauh ke Bukateja.


Pertempuran hari itu pun usai. Korban yang jatuh di pihak republik sebagian besar penduduk biasa, puluhan warga Desa Penolih, Bandingan dan Lamuk gugur. Sementara dari pejuang hanya satu prajurit dari Seksi Guntur yang terkena mortir kelawung itu dan tak ada korban dari Pasukan Pelajar IMAM.


Selain aksi heroik pada Pertempuran Lamuk, Pasukan Pelajar IMAM juga turut berperan dalam berbagai palagan perang kemerdekaan di Bumi Perwira. Salah satunya, aksi sabotase dan penghadangan patroli besar-besaran di Bobotsari yang menyebabkan peristiwa Bobotsari Lautan Api. (Kisah lengkapnya bisa dibaca di sini).


Sebagai bentuk penghargaan, Pasukan Pelajar IMAM dijadikan nama ruas jalan yang ada di sebelah barat Kantor Kejaksaan, Kelurahan Purbalingga Wetan.

Logo Pasoekan Peladjar I.M.A.M
Sebagai informasi, Pasukan Pelajar IMAM dibentuk pada September 1945 di Purwokerto. Pencetusnya lima sekawan pelajar SMP bernama Suprapto, Soewarso, Soedarto, Soehartono dan Djahidin. Ata dukungan Mayor Abimanyu dari BKD dan gurunya, Djumad Abdul Razak mereka berkembang menjadi kesatuan milisi pejuang republik yang cukup disegani.

Pasukan Pelajar IMAM merupakan satu dari sekian banyak Tentara Pelajar yang tumbuh pada saat perang kemerdekaan. Kesatuan mereka ada di Banyumas Raya, sementara untuk wilayah Jawa Timur ada TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), di Jogja - Solo ada TGP (Tentara Genie Pelajar), di Boyolali ada Sturm Abteilung (SA), di Jabar ada Pelajar Siliwangi, di Sumsel ada Pelajar Sriwijaya, di daerah Pati ada Pasukan T dan lain-lain.


Kiprah Pasukan Pelajar IMAM cukup banyak. Pertempuran mereka yang cukup fenomenal terjadi di Prompong, Baturaden, Banyumas. Saat ini dibangun Tugu Prompong untuk memperingati aksi mereka.


Selain di wilayah Panginyongan, mereka juga turut serta dalam peristiwa heroik Palagan Ambarawa di bawah pimpinan Letkol Isdiman dan berbagai pertempuran di front Magelang, Kendal, Semarang, Cilacap sampai wilayah Bandung Timur.

Tentara Pelajar (Dok : www.bombastis.com)
Tak lama setelah Pertempuran Lamuk, Belanda yang mulai kewalahan dan menghadapi tekanan internasional mau mengakhiri Agresi Militer II serta sepakat untuk berunding. Pada 23 Agustus 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Setelah itu, pada Desember 1949, Belanda resmi mundur dan menarik pasukannya dari negeri ini dan Indonesia bisa berdaulat penuh.

Aksi Pasukan Pelajar IMAM itu menjadi salah satu fragmen kecil perjuangan rakyat Purbalingga untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. 


Merdeka!!!


Gwee lurr, bocah jaman gemiyen perang temenan lawan Landa. Bocah jaman siki perang tapi nang hape.. dolanan epep karo peubege... nyerr...


Sumber :

1.    Buku ‘Darah Gerilyawan : Jejak Perjuangan Gerilyawan Purbalingga’ karya Pak Tri Atmo

2.    Artikel ‘Pasukan Imam’ karya Ir. Sunardi, MT yang bisa dibaca di sini

3.    Artikel mengenai Tentara Pelajar di Wikipedia 

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

1 Response to "Kiprah Pasukan Pelajar dalam Perang Kemerdekaan di Purbalingga"

bhaktimardians.blogspot.com said...

Mantap kisah perang lamuk, ceritanya sama dengan apa yang dikatakan kakek saya. Dan kakek buyut saya adalah salah satu korban meninggal dari warga sipil karena tertembak ketika sedang sembunyi di papringan (pepohonan bambu) di desa Lamuk.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel