Situs Bandingan : Istana Kalong dan Saksi Tiga Peradaban

Hari baru beranjak dari siang, hujan bulan Juni yang turun siang itu sudah reda kala kami sampai di sebuah bukit berhutan yang ada di Dukuh Bandingan, Desa Karangjambu. Sinar mentari sudah lepas dari halangan mega-mega. Sisa air hujan yang menempel di dedaunan luruh bak butiran berlian.

Brigade pepohonan besar dengan tajuk rindang laksana payung yang menggaransi keteduhan. Sulur-sulur saling menjulur bak ular yang saling membelit. Semak-semak rapat layaknya anak-anak yang berkerumun disela banir-banir pohon bapak-ibunya.

Serasah daun, kayu dan ranting yang lapuk menawarkan aroma kesuburan tanah yang menggoda. Jamur-jamur tak ragu untuk tumbuh disela-selanya. Kawanan lumut-lumut mengerubuti material non organik, berlomba untuk membuatnya lapuk.

Cuitan para burung, riuh kelakar keluarga bajing, sorak-sorai serangga bersahut-sahutan dan teriakan monyet birahi terdengar di kejauhan. Namun, yang menjadi penguasa bukit itu adalah Kelelawar alias Kalong. Hewan malam itu jumlahnya ribuan. Mereka bergalantungan di ranting pepohonan.

Layaknya penguasa. Mereka pun tampil menonjol. Selain jumlah, ukuran mereka tergolong raksasa. Ayam jago dewasa, hampir sama besar dengan mereka.

Kedatangan kami tak luput dari pantauan mereka. Bergantian mereka pun menunjukkan diri dengan merenggangkan sayapnya, terbang mengitari bukit, susul menyusul.  Suara kepakan sayapnya yang menampar angin terdengar jelas di telinga kami. 

Beg-beg-beg... berr ber berr....

Kalong-kalong itu lalu becericit seolah-olah mengucapkan selamat datang kami.
Fenomena alam itu menyajikan sebuah orkestra syahdu-merdu-magis yang menyambut kami di bukit yang juga menjadi lokasi sebuah kompleks bangunan bersejarah kuno itu.

Nama resminya Situs Bandingan. Warga setempat menyebutnya Makam Kuno atau Candi. Saya memberikan sebuah tambahan panggilan, Istana Kalong... hehe.

Saya berkunjung ke situs tersebut dengan Kang Opik (Sesepuh Gasdapala dan pegiat Masyarakat Tanggap Bencana / Mastana) dan Amblong (Dedengkot Wirapala). Kami didampingi oleh Pak Miarso, Juru Pelihara / Kuncen Situs Bandingan.

Sebelum berkunjung, kami berwudhu terlebih dahulu. Alas kaki juga harus dilepas. Oh ya, wanita haid juga dilarang masuk yaa.. Kemudian kami dipimpin doa dan permohonan izin untuk masuk dalam situs tersebut.

Setelah itu, masuklah kami kedalam situs kuno yang seolah dinaungi oleh rimba belantara. Nyesss.... Masuk area situs suasananya langung adem beut. Aura magisnya juga kerasa banget... Nyerr...
Saya dan Pak Miarso, Juru Pelihara Situs Bandingan
Lalu, apa saja yang kami temukan di situs bersejarah yang sudah diakui sebagai salah satu Lokasi Benda Cagar Budaya itu... Ini dia...

Situs Bandingan, Saksi Tiga Peradaban

Selain puluhan makam, yang rata-rata sudah berlumut. Banyak benda-benda bersejarah yang ada di Situs Bandingan. Uniknya, mereka berasal dari tiga periode peradaban yang berbeda.

Pertama, peradaban megalitikum alias jaman batu besar. Artefak yang ditemukan disitu adalah punden berundak, menhir dan altar batu. Benda-benda itu merupakan sarana pemujaan kepada arwah nenek moyang pada tradisi megalitik.

Punden berundak merupakan susunan batu berteras-teras yang berfungsi sebagai lokasi pemujaan. Punden berundak ini yang kemudian berevolusi menjadi candi. Ada 3 teras punden pada Situs Bandingan.

Kemudian, pada teras punden tersebut terseraklah menhir-menhir. Menhir adalah tugu batu yang merupakan salah satu sarana pemujaan yang merupakan simbolisasi dari kesuburan.
Teras Pertama Punden Berundak Situs Bandingan
Berdasarkan catatan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Purbalingga ada 12 menhir yang ditemukan disitu. Ada lima menhir di teras paling atas, empat menhir pada teras kedua dan tiga menhir pada teras paling bawah. Jika menilik banyaknya menhir, boleh lah kita sebut lokasi tersebut sebagai ‘Taman Menhir’.

Ada dua buah altar batu di Situs Bandingan. Keduanya berbentuk oval dengan bidang datar. Batu tersebut merupakan pelengkap menhir, fungsinya untuk meletakan sesaji pemujaan. Ada satu buah batu berlubang di dekat batu altar pertama yang diduga juga pelengkap sarana ritual.

Kedua, peradaban jaman perundagian, yaitu, era lebih muda dari megalitik setelah ada penemuan logam. Pada era ini, masyarakat masih memeluk kepercayaan animisme atau melakukan pemujaan terhadap roh atau nenek moyang. Artefak yang ditemukan berupa phallus dan batu bergambar.

Phallus merupakan bentuk lebih modern dari menhir. Jika menhir hanya batu balok panjang biasa. Phallus sudah dibentuk lonjong. Fungsinya juga sama, tugu batu sarana pemujaan. Sementara batu bergambar, reliefnya berupa sesosok manusia yang sedang duduk bersila, kedua tanganya berada di pangkuan.

Menurut, Bagyo Prasetyo dalam ‘Religi Pada Masyarakat Pra Sejarah di Indonesia’. Batu bergambar seperti tokoh atau sosok nenek moyang yang dituangkan lazim ditemukan pada zaman itu.
Batu Bergambar Situs Bandingan Sisi 1
Relief atau batu bergambar seperti itu belum bisa dibuat para era megalitik. Sebab, era megalitik menggunakan teknik block on block technique atau batu memukul batu seperti membuat kapak perimbas atau beliung. Teknis tersebut tidak bisa digunakan untuk membuat batu bergambar yang cukup presisi seperti itu.
Batu Bergambar Situs Bandingan Sisi 2
Relief tersebut ditemukan dibawah pohon besar yang berada di teras kedua punden berundak. Menurut, Pak Miarso, batu bergambar tersebut tadinya tinggi, sekira 1 meter tiangnya. Namun kemudian, aus dan roboh ditimpa pohon. Gambarnya juga seharusnya ada di keempat sisi, namun yang tersisa jelas hanya ada di satu sisi.

Ketiga, era peradaban peralihan Hindu-Budha ke Islam. Warga setempat mengenal situs tersebut sebagai makam kuno, tempat para penyebar agama Islam di kawasan Purbalingga dan sekitarnya dimakamnya.

“Yang dimakamkan disini ada Syech Jambu Karang, Syeh Zubair, Syeh Lukman Hakim Maghribi dan Syech Maulana Hasan,” ujar Pak Miarso

Tokoh yang paling menonjol adalah Syeh Jambu Karang. Lokasi yang disebut sebagai makamnya berada pada teras paling atas. Dua buah batu yang juga menhir, disebut sebagai nisannya.
Syech Jambu Karang ini lekat dengan sejarah asal-usul Purbalingga. Ada beberapa versi cerita mengenai sosok ini. Saya akan ulas berikutnya. Kali ini saya ceritakan sedikit ringkasannya yaa...

Ia merupakan salah satu pangeran bernama Raden Mundingwangi dari Kerajaan Pajajaran pada abad ke 11 yang memilih pergi dari lingkungan keraton untuk mencari jati diri bersama pengikutnya.  Sampailah Ia di kawasan Pegunungan Cahyana, Purbalingga dan bertemu dengan penyebar agama Islam Syech Atas Angin.

Mereka beradu kesaktian dengan taruhan agama. Singkat kata, Mundingwangi kalah dan masuk Islam. Ia kemudian berganti nama menjadi Syech Jambu Karang. Para pengikutnya sebagian masuk islam, sebagian bertahan kepercayaan lama.

Para pengikut Raden Mundingwangi inilah yang menjadi asal muasal Legenda Suku Pijajaran di pedalaman hutan Purbalingga. Artikelnya sudah saya tulis dan bisa dibaca di sini.

Setelah menjadi Muslim, Syech Jambu Karang kemudian berkelana dan menyebarkan agama Islam. Menurut Pak Miarso, Ia sampai menimba ilmu ke Mesir selama enam tahun, kembali ke nusantara via Tuban, di sana bertemu dan berguru dengan beberapa sunan, diantaranya, dengan Sunan Mojoagung dan akhirnya kembali ke tlatah Bumi Perwira di Dukuh Bandingan itu.

Ia kemudian bertemu dengan para wali disitu, salah satunya Sunan Kalijaga. Batu altar yang saya tulis di atas, Pak Miarso menyebutnya adalah tempat bertapa Sunan Kalijaga. Batu berlubang yang terletak di dekatnya, disebutnya sebagai tempat ‘garan gaman’ alias gagang senjata selama Ia bertapa.
Altar Batu Situs Bandingan yang Disebut juga Tempat Bertapa Sunan Kalijaga
Syech Jambu Karang kemudian meninggal dan dimakamkan disitu. Ada versi juga Ia Murca. Namun, agak aneh jika seorang penyebar agama Islam dikatakan murca yang merupakan kepercayaan / tradisi Hindu.

Entah makam atau petilasan atau lokasi murca, yang jelas, masyarakat mempercayai syech yang keturunannya kemudian mendirikan Kadipaten Purbalingga itu ada disitu. Lokasi yang disebut sebagai makamnya dikeramatkan. Tampak jelas bekas dupa pemujaan di sekitar makam.

“Disini paling ramai malam Rabu Pahing dan Jumat kliwon. Sampai ada yang bermalam, bahkan tinggal berhari-hari disini,” kata Pak Miarso.

Peziarahnya pun tak hanya dari Purbalingga, bahkan sampai orang yang datang dari Banyumas, Tegal, Indramayu, Garut. “Hajatnya macam-macam, ada yang minta jabatan, pangkat, dilancarkan usahanya, dijauhkan penyakit sampai minta jodoh,” katanya.

Apakah terkabul? Wallahualam.

Saya disitu minta sehat wal afiat dan dilancarkan urusannya saja... hehe.

Kalong – Kalong Situs Bandingan

Soal Kalong, Pak Miarso menjelaskan, sudah ada sejak dulu kala. Tak ada warga yang berani mengusiknya. Apalagi menangkapnya untuk dijadikan santapan. Mereka percaya jika itu dilakukan akan kebendon / kewalat.

“Kalongnya sampai segede-gede enthok. Alhamdulilah tidak ada yang berani menembaknya,” katanya.

Uniknya, kalong-kalong itu, meski jumlahnya bisa jadi ratusan bahkan mungkin ribuan, tidak ada yang kotorannya jatuh di areal makam. Apalagi, makam-makam keramat. Semuanya memang tak luput dari lumut, tetapi bersih.

Kalong-kalong itu sepeti menjaga Situs Bandingan. Kata Pak Miarso, perilaku Kalong itu juga menjadi pertanda yang memiliki makna.

“Mas kesini, kalongnya banyak yang terbang. Itu pertanda baik,” kata Pak Miarso.

Ahai... serr....

Lalu, kenapa kelelawarnya bisa segede begitu ya. Hmh, mari bicara ilmiah.

Jadi, spesies kelelawar itu macem-macem gaes. Kalau kelelawar umumnya di Jawa atau Purbalingga lah disebut dengan lawa, namun ada kampret, ada kalong, juga codot.  Kalong yang paling besar, codot juga lumayan besar, kampret yang kecil-kecil. Ssstt, ini saya tidak ngomong politik yaaa...

Nah, semuanya memang berasal dari bangsa kelelawar, mamalia terbang yang berasal dari ordo Chiroptera. Meski punya sayap, Ia tak masuk keluarga burung (aves). Sayap itu adalah kedua kaki depan yang berkembang. Sebab mamalia, Ia melahirkan dan menyusui anaknya, tak bertelur seperti burung.

Nah, chiroptera ini mempunya dua sub ordo, yaitu megachiropera dan microchiroptera. Nah, kelelawar besar seperti Kalong masuk dalam megachiroptera. Sedangkan, Codot dan Kampret masuk microchiroptera. Jadi, kalong ya kelelawar ukuran XL lah, Codot yang ukuran L/M, kalau Kampret ukuranya S. Begitu kira-kira...

Kalong itu familinya pteropididae, genusnya pteropus. Genus ini saja menurut wikipedia ada 65 spesies gaes. Salah satunya Pteropus Vampyrus yang paling gede. Ini bentangan sayapnya bisa selebar 1,7 meter gaes... serr kan?

Nah, kayaknya yang di Situs Bandingan ya dari genus ini. Kalong itu hanya ada di daerah tropis lho, terutama Asia. Jadi, Bob Kane sepertinya terinspirasi dari Kalong saat membuat tokoh komik fenomenal, Batman.

Ssst, jadi infornya, Bruce Wayne itu kayaknya ada keturunan Purbalingga lho, markas utamanya dulunya di Goa Lawa sebelum berpidah ke Gotham City... haha.

Sebagaimana familinya, Kalong sukanya makan buah-buahan. Makanya, sering disebut juga Kelelawar Pemakan Buah alias Giant Fruit Bats. Pada ekosistem alami, kalong dan saudara-saudaranya berjasa sebagai penyebar benih.

Kalong ini indera penglihatanya tidak tajam. Indra utama yang digunakan untuk navigasinya adalah penciuman yang tajam dan sonar. Dia binatang nocturnal. Jadi, kalau siang istirahat, aktif bergerak atau cari makan di malam hari. Itu sebabnya orang yang suka keluar malam-malam pulang pagi disebut kayak kalong, kegiatannya ngalong.

Lurrrr, begitulah kisah Situs Bandingan dengan cerita sejarah dan kalong-kalongnya yang menurut saya biasa di luar, eh luar biasa... hehe.

Semoga sejarah dan alamnya tetap terjaga sampai anak cucu kita yaa..

Keterangan :
Semua foto merupakan koleksi pribadi yang dijepret sama saya sendiri dan Amblong. Referensi tambahan : wikipedia tentang kalong dan peradaban megalitikum. Buku Ragam Cagar Budaya Kabupaten Purbalingga (Ganda Kurniawan, dkk)

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

0 Response to "Situs Bandingan : Istana Kalong dan Saksi Tiga Peradaban"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel