Cerita Dari Pangkalan Udara Wirasaba

Pangkalan udara yang terletak di Desa Wirasaba, Kecamatan Bukateja, Purbalingga itu pernah dikunjungi Sultan Hamengkubuwono IX, Anggota Komisi Tiga Negara, Jurnalis Internasional, Diplomat China, Jenderal Belanda sampai tempat transit pengembalian tawanan seorang Kopral India
Pangkalan Udara (Lanud) Wirasaba, Purbalingga merupakan fasilitas militer yang cukup penting sejak era kolonial. Bandara yang dibangun pada 1938 oleh Pemerintah Hindia Belanda itu menjadi jalur transportasi dan pertahanan militer udara utama di wilayah Karesidenan Banyumas.

Tak banyak catatan sejarah mengenai pangkalan militer itu, bahkan meski sudah akan dijadikan bandara komersial yang peletakan batu pertamanya dihadiri Presiden Jokowi pada 2018 lalu. Informasi mengenai sejarah Lanud Wirasaba minim, hanya ada sedikit di wikipedia, ulasan cukup panjang di liputan 6 dan foto-foto di banjoemas.com.

Padahal jika merujuk arsip-arsip Belanda, Lanud Wirasaba cukup banyak disebut. Ada puluhan foto koleksi Nationaal Archief yang menceritakan kejadian di tempat itu. Ada mengenai pengiriman perbekalan militer, pengerasan landasan terbang dan berbagai aktivitas militer di sana.
Aktivitas di Bandara Wirasaba (Dok : banjoemas.com / geheugevannederland.nl)
Menurut saya, setidaknya ada lima momen sangat menarik terjadi di salah satu tempat kebanggaan warga ‘Negeri Perwira’ itu. Apa saja?

Ini dia... serr...

Pertama, kedatangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku perwakilan pemerintah republik  bertemu dengan anggota Komisi Tiga Negara (KTN) untuk berdiplomasi mengenai pengakuan kedaulatan RI pasca perjanjian Renville.

Keterangan di foto yang bertanggal 2 September 1949 adalah : In verband met besprekingen met enkele T.N.I.-commandanten bracht de sultan van Djocja een bezoek aan Poerbolinggo, Poerwokerto en Banjoemas. Bij zijn aankomst op het vliegveld Wirasaba werd de Sultan door de Voorzitter van de plaatselijke Gemengde Commissie, Major U.S.A. F.R.W. Hall, verwelkomd.

‘Sultan Djocja’ itu disambut di pangkalan udara Wirasaba oleh Mayor F.R.W Hall, perwira militer Amerika Serikat yang bertugas untuk Komisi Tiga Negara. Pesawat yang ditumpanginya adalah jenis Dakota yang merupakan milik Angkatan Udara AS. Tampak di lengan sang mayor ada badge K.T.N yang merupakan akronim dari Komisi Tiga Negara.

Komisi Tiga Negara (K.T.N) adalah sebuah komite kerja diplomasi bentukan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang hadir pasca kemerdekaan untuk menengahi konflik antara Indonesia - Belanda. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 dengan nama resmi "Committee of Good Office for Indonesia” atau Komisi Jasa Baik Untuk Indonesia.

Komisi ini lebih dikenal dengan dengan sebutan K.T.N karena beranggotakan tiga negara, yakni Australia, Belgia, serta Amerika Serikat. Australia dipilih Indonesia dipimpin oleh Richard C. Kirby. Belgia dipilih oleh Belanda yang dipimpin Paul van Zeeland. Kemudian Amerika Serikat selaku pihak netral yang ditunjuk Indonesia dan Belanda yang dipimpin oleh Dr. Frank Graham.

Terdapat 4 tugas utama dari KTN, yaitu penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi PBB, menengahi konflik antara Indonesia serta Belanda, memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI dan mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda dalam Perundingan Renville.

Keren kan? Wirasaba menjadi pintu masuk lembaga internasional selevel KTN untuk ‘blusukan’ ke wilayah Jawa Bagian Tengah dalam rangka memastikan tarik ulur kedaulatan negeri ini.

Kedua, pada kesempatan itu ada Jurnalis New York Herald Tribune, Dorothy Brandon yang meliput kejadian tersebut. Ia merupakan jurnalis yang banyak menulis kisah-kisah perang dan mendapatkan penghargaan Memorial George Polk pada tahun 1951 bersama staf reporter Herald Tribune lainnya untuk serangkaian cerita yang berjudul "Teka-Teki Merah Asia".
Dorothy Brandon juga menerima penghargaan dari Klub Wanita Surat Kabar New York pada 1954 untuk cerita fitur berita terbaik yang bercerita tentang penugasan ke luar negeri untuk Herald Tribune. Ia tercatat meliput ke Jepang, Vietnam, Indonesia dan Kawasan Pasifik pada 1945-1950.

Dorothy bertemu dengan Sultan Hamengkubuwono IX di Pangkalan Udara Wirasaba. Ia juga berdiskusi dengan Kapten A.M.J. Bohle (Australia) dan Major Hall (USA) yang tengah bertugas untuk KTN.

Wow, jurnalis media besar internasional sekelas New York Herald Tribune liputan di Wirasaba luurr...

Meskipun ketika saya telusuri rekam jejak Dorothy Brandon merupakan jurnalis yang pro Belanda. Dorothy bahkan sempat menuduh Indonesia melakukan sabotase dalam peristiwa jatuhnya pesawat yang membawa rombongan jurnalis dan militer sekutu di Mumbai, India.

Ketiga, momen penting lainnya yang tertangkap kamera di Lanud Wirasaba adalah kunjungan Wakil Konsul / Diplomat China ke wilayah Karesidenan Banyumas via pesawat udara. Kejadiannya jauh lebih dahulu daripada kedatangan Sultan Jogja ke Wirasaba. Fotonya bertarikh 10 Oktober 1947.
Keterangannya : 
De Chinese vice-consul neemt op het vliegveld Wirasaba afscheid van lt. de Vries van de Dienst voor Legercontacten na een bezoek aan de gebieden rondom Banjoemas. Wakil Konsul Tiongkok mengucapkan selamat tinggal kepada Letnan de Vries dari Layanan Kontak Angkatan Darat di Lanud Wirasaba setelah mengunjungi daerah-daerah di sekitar Banyumas.

Hayaaa... lo olang ngapain ke Wirasaba laa?
Diplomat negara besar seperti China berkunjung ke wilayah di Karesidenan Banyumas, tentu saja Purbalingga juga. Kalau China yang datang, saya rasa urusanya tak jauh-jauh dari perdagangan... hehe.

Keempat, kejadian menarik berikutnya adalah pengembalian seorang serdadu Inggris berkebangsaan India bernama Rambal Sheng. Foto yang diambil Maret 1948 itu bercerita Sang Kopral India bekerja untuk Angkatan Darat India-Britania.

Ia ditangkap pihak tentara republik di Tjianjur, 22 Februari 1948 dan kemudian diamankan oleh kesatuan TNI pimpinan Mayor S.Taram. Ia kemudian dibebaskan dan dikirimkan kembali ke kampung kelahirannya Alampoer (New Delhi) melalui Pangkalan Udara Wirasaba.
Aca-aca, nehi-nehi, Kang Rambal Sheng pas di Wirasaba sempet jalan-jalan dan nyroto tidak yaa?

Kelima, peristiwa penting lainya adalah kunjungan petinggi militer Belanda Jenderal de Waal di Bandara Wirasaba pada 6 April 1948. Ia disambut oleh pimpinan Brigade V Kolonel Huiting.
Kalau tentara selevel jenderal ke Wirasaba pasti urusan penting dong.. hehe. Sebagai informasi, Purbalingga waktu itu memang menjadi daerah perbatasan Garis Van Mook yang membagi wilayah Belanda dan Republik. Sang Jenderal mungkin lagi inspeksi.

Fotografer yang menjepret peristiwa Diplomat China, Kopral India dan kunjungan Jenderal de Waal adalah J.C Taillie. Ia pula yang mengabadikan momen-momen Bataliyon Friesland Purbalingga. Letnan de Vries merupakan pimpinan Bataliyon “Susu Bendera” itu yang ditugaskan mengamankan Purbalingga itu.

Perkembangan Bandara Wirasaba dari Masa ke Masa

Bandara Wirasaba sendiri sejak mula memang dibangun untuk kepentingan militer. Pada awalnya dikelola oleh Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (ML-KNIL) alias Angkatan Udara KNIL. Wirasaba dipilih karena lokasinya berada ditengah-tengah Karesidenan Banyumas.

Waktu pertama kali beroperasi hanya pesawat-pesawat militer kecil seperti pesawat pengintai, pesawat bomber dan serang ringan seperti Piper Cub, Fokker dan Sopwith Camel. Fasilitasnya pun minim. 

Lihat deh foto dibawah ini, posnya saja gedek alias bilik bambu.. hehe.
Bandara Wirasaba (Dok : www.banjoemas.com / geuheugevannegerland.nl)
Pada masa perang dunia kedua, Jepang bercokol. Bandara itu juga dimanfaatkan oleh militer Negeri Matahari Terbit. Sayang, pengarsipan Jepang payah, tidak ada dokumentasi mereka di Wirasaba.

Jepang hengkang, Indonesia merdeka, Wirasaba dikuasai oleh Angkatan Udara RI (AURI). Peresmiannya pada Juli 1946 dihadiri langsung oleh KSAU Komodor Udara Soeryadi Soerjadama. Komandan Lanudnya Sersan Mayor Udara Soewarno.

Hanya sekejap di penguasaan AURI, sekutu masuk diboncengi NICA melalui Agresi Militer I dan II. AURI pun terpaksa menyingkir dan Wirasaba jatuh ke tangan Belanda mulai Juli 1947. Pasukan dari Bataliyon Friesland ditugaskan untuk menjaga bandara tersebut.

Wirasaba dinilai cukup strategis oleh Belanda sehingga diperbaiki, fasilitasnya ditambah landasan pacu diperkeras dan diperpanjang. Ahai, keras dan panjang, jangan mikir yang lain yaa wkwkw... Hal ini agar pesawat yang lebih besar, seperti pesawat angkut berat sekelas Dakota bisa mendarat.
Berdasarkan Surat Kabar De Locomotief, 8 Maret 1948, selama pembangunan infrastruktur bandara, Belanda memanfaatkan ratusan pekerja desa setempat. Mereka diberitakan mendapatkan pendapatan yang layak dari proyek ini.
Setelah Belanda Hengkang, berbagai aset Belanda diserahkan ke RIS (Republik Indonesia Serikat) termasuk Bandara Wirasaba pada 1950. Penyerahan diterima oleh komandan kedua Pangkalan TNI Angkatan Udara Wirasaba, Opsir Muda Oedara, Warim. Sejak saat itu, Wirasaba menjadi pangkalan udara militer dibawah TNI AU.

Pada 2015, Lanud Wirasaba mendapat penghargaan sebagai Lanud Tipe C terbaik di bawah Komando Operasi Angkatan Udara wilayah I.

Kemudian, nama lapangan udara secara resmi berganti menjadi Pangkalan Udara TNI AU Jenderal Besar Soedirman pada 7 November 2016. Peresmian nama baru dilakukan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I TNI AU, Marsekal Muda TNI Yuyu Sutisna.

Setahun lebih berselang, Lanud JBS dikembangkan menjadi Bandar Udara Komersial. Langkah awal dilakukan dengan penandatanganan MoU antara Bupati Purbalingga, Gubernur Jateng, Dirut Angkasa Pura II, dan Asisten Logistik KSAU, dan Dirut LPPNPI, Jumat, 17 November 2017.
Rancangan Bandara Jenderal Besar Soedirman (Dok : aksi.id)
Jelang Siang, Senin, 23 April 2018, Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan Bandara Jenderal Besar Soedirman (BJBS). "Kita harapkan nantinya juga akan muncul titik-titik pertumbuhan ekonomi baru di Purbalingga dan sekitarnya," ujar Jokowi saat peresmian.

Semoga yaa luuur, Bandara Wirasaba komersial gagean beroperasi lan dadi penggerak pertumbuhan ekonomi nang Purbalingga...
Gemleger suarane kaya bledeg mangsa ke sanga
Semanger pesawate bolak balik neng purbalinggaNjaluk kabul lan sembada anggone mbangun bandara
Muluk mumbul neng angkasa kaya Raden Gatotkaca
Penggalan Lirik Lagu Bandara JB Soedirman by Sigit Blewuk

Sumber :
Foto-foto momen di Bandara Wirasaba dari Nationaal Archief Belanda dan banjoemas.com, artikel Sejarah Bandara Wirasaba yang ditulis Mas Galoeh Widoera di Liputan6.com, artikel tentang Obituari Dorothy Brandon di New York Times 18 Juni 1977 dan artikel tentang Komisi Tiga Negara di zenius.net

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

4 Responses to "Cerita Dari Pangkalan Udara Wirasaba"

Unknown said...

Mantapp om... Luar biasaaa.

Unknown said...

Mantapp om... Luar biasaaa.

Budi Nurcahyo said...

saluut..

igo saputra said...

makasih... salam hangat

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel