Syekh Nahrawi, Ulama Kaliber Dunia dari Purbalingga

Masjid Agung Darusalam Purbalingga Didirikan di Atas Tanah Wakaf Keluarga Syekh Nahrawi (Dok : Kompasiana)
Purbalingga memiliki jejak mashyur dalam perkembangan Islam, tidak hanya nasional tetapi internasional. Salah satunya diwakili oleh sosok bernama Syekh Nahrawi Al-Banyumasi. Sebagai informasi, meskipun menyandang nama Al-Banyumasi, beliau merupakan kelahiran Purbalingga.

Syekh Nahrawi menimba ilmu Islam di Tanah Arab sejak muda belia, kemudian tak pulang ke kampung halamannya. Atas ketekunannya, beliau menjadi guru di Tanah Suci bahkan sempat menjabat hakim agung. Syekh Nahrawi juga menjadi salah satu ulama terkemuka yang menjadi rujukan para ulama, tak hanya yang berasal dari nusantara namun berbagai belahan dunia.

Nama aslinya adalah Mukhtarom, lahir di Purbalingga pada tahun 1860 atau 1276 H dari pasangan Kyai Hardja Muhammad dan Nyai Salamah. Saat menimba ilmu, beliau tafa’ulan kepada gurunya yang menyarankan untuk mengubah namanya menjadi Nahrawi, lengkapnya Ahmad Nahrawi Mukhtarom bin Imam Raja Al-Banyumasi Al-Jawi.

Sejak datang dari Purbalingga sampai wafat di usia 86 tahun pada 1926 beliau menetap di Arab Saudi. Syekh Muhtarom dimakamkan di Ma’la, Makkah Al Mukarommah.

Sebagai ulama kaliber dunia, sosok beliau banyak ditulis dalam berbagai referensi, salah satunya dalam kitab A’lamul Makiyyin yang ditulis oleh Syekh Abdullah Muallimi. Biografi Syekh Nahrawi terdapat di entri nomor 1431 halaman 964. Selain itu, ada Kitab Al-Mudarrisun fil Masjidil Haram yang ditulis oleh Mansyur An-Naqib berisi pengajar yang ada di Masjidil Haram dari zaman sahabat nabi. Pada kitab itu, biografi Syekh Nahrawi terdapat dalam juz 1 halaman 287.

Dari Purbalingga ke Makkah

Syekh Nahrowi dilahirkan dari keluarga ulama, oleh karena itu masa kecil dilewatinya dengan belajar Al-Qur’an dan ilmu agama kepada ayahnya, Kyai Hardja, Imam Masjid Darussalam Purbalingga. Baru menginjak aqil baligh, usianya baru 10 tahun, bersama kakaknya dikirim belajar ke Makkah. 

Selama belajar di Tanah Suci, Ia menimba ilmu kepada ulama-ulama terkemuka seperti, Syekh Muhammad al-Maqri a-Mishri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (Mufti madzab Syafi’iyah di Makkah), Syekh Ahmad An-Nahrawi al-Mishri al-Makki, Sayyid Muhammad Shalih al-Zawawi al-Makki (salah seorang guru di Masjid Nabawi) dan lain-lain

Usai menjalani pendidikan Agama Islam sampai mendapatkan surat izin mengajar, Syekh Nahrawi dan kakaknya berpisah. Beliau tidak kembali Purbalingga dan memilih berkarier di Makkah sebagai guru. Sementara sang kakak, Kyai Haji Abu ‘Ammar pulang ke tanah kelahirannya dan menjadi Imam Masjid Agung Darussalam Purbalingga. Masjid tersebut memang didirikan keluarganya mereka, di atas tanah wakaf Sang Ayahanda, Kyai Haji Hardja Muhammad.

Sementara Syekh Nahrawi terus dipercaya oleh Pemerintah Saudi, beliau diangkat sebagai pengajar santri dari berbagai negara yang menimba ilmu di Makkah. Beliau bahkan sempat menjadi hakim agung di Arab Saudi. Jadi, kapabilitasnya sebagai ulama terkemuka tak diragukan.

Menurut beberapa sumber, setiap pengarang kitab di Haramain (Makkah-Madinah), juga ulama-ulama yang berasal dari nusantara baru akan mencetak kitabnya setelah ada ‘pengesahan’ dari Syekh Nahrawi Al Banyumasi.  Waktunya didedikasikan untuk mengajar, mengkoreksi dan men-tahshih ratusan kitab karya ulama-ulama Nusantara yang pada waktu itu terkenal sangat produktif menulis karya.

Tokoh ulama terkemuka seperti Syekh Mahfudz Al Tremasi, Syaikh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi, Syekh Soleh Darat, Syekh  Nawawi Al-Bantani, Syekh Cholil Al Bangkalani, Syekh Junaid Al Batawi yang terkenal sebagai penulis kitab-kitab Ilmu Islam populer, karya mereka telah melawati proses editing rekomendasi atau taqrizh dari Syekh Nahrowi. Selain itu ada karya monumental seperti Fathul Majid Syarh Jauharatut Tauhid karya Syekh Husain bin Umar Palembang dan fatwa Al-Ajwibatul Makkiyah ‘alal As’ilatil Jawiyyah oleh Syekh Abdullah bin Abdurrahman Siraj yang juga haru mendapatkan ‘paraf’ dari Syekh Nahrawi sebelum naik cetak. Kitab yang disebut terakhir berisi jawaban atas beragam persoalan hukum islam atas tradisi khas masyarakat nusantara seperti tahlil, mauludan dan ziarah kubur.

Selain itu, Syekh Nahrowi juga menjadi Mursyid Thariqah Syadziliyah. Beliau mendapatkan ijazah kemursyidannya dari Syaikh Muhammad Shalih, seorang mufti Madzhab Hanafi di Makkah. Thariqah itu bekembang di Jawa abad 19 ketika para santri Jawa yang sebelumnya berbondong-bondong belajar di Makkah dan Madinah pulang ke tanah air.

Banyak ulama-ulama yang berguru thariqah Syekh Nahrowi, seperti, KH. Muhammad Dalhar atau Mbah Dalhar (Watucongol, Muntilan), Kiai Siroj (Payaman, Magelang), KH. Ahmad (Ngadirejo, Klaten), Kiai Abdullah bin Abdul Muthalib (Kaliwungu, Kendal), Sayyid Abdurrahman bin Ibrahim Al-Jilani Al-Hasani (Syaikh Abdul Kaahfi III) Sumolangu Kebumen dan Syekh Abdul Malik (Kedungparuk, Mersi, Banyumas). Kemudian dari Mbah Dalhar, ijazah kemursyidan itu turun kepada putranya KH. Ahmad Abdul Haqq (Mbah Mad Watucongol), Abuya Dimyathi (Cidahu, Pandeglang) dan Kiai Iskandar (Salatiga).

Sebagai informasi, Syekh Abdul Malik adalah guru dari Habib Luthfi bin Yahya, ulama besar yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Pada 24-25 Juni 2022 untuk pertama kali diadakan Haul Akbar Syekh Nahrawi Al Banyumasi di Kabupaten Purbalingga yang dihadiri oleh Habib Luthfi.

Syekh Nahrawi Ditakuti Belanda

Ada cerita menarik yang disampaikan oleh KH Muzahid Danun, cucu Syeikh Nahrowi yang saat ini tinggal di Den Haag Belanda. Ia menyebutkan sebenarnya kakeknya itu ingin pulang ke Purbalingga. Namun saat naik ke kapal Belanda, kapten kapal selalu beralasan bahwa mesin kapal tidak bisa dinyalakan kalau dinaiki Syeikh Nahrowi. Hal itu terjadi hingga tiga kali dan Syeikh Nahrowi akhirnya dikenal memiliki kesaktian.

Namun, menurut KH Muzahid Danun alasannya sebenarnya Belanda khawatir, kalau Syeikh Nahrowi pulang ke Indonesia, akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat Purbalingga dan sekitarnya melawan Belanda. (Suara Merdeka, 25 Februari 2022)

Kisah K.H Abu ‘Ammar

Imam Masjid Agung Purbalingga itu dikenal dengan kelapangan dan luwes dalam bergaul. Kakak Syekh Nahrawi itu dekat dengan tokoh lintas organisasi, seperti Kyai Haji Hasyim Asy’ari (NU) dan Kiai Ahmad Dahlan (Muhammadiyah).  Konon, mereka pernah datang dan berdiskusi di Masjid yang terletak di Kampung Kauman, Purbalingga itu. Bahkan, Syekh Syurkati, pendiri Al Irsyad Al Islamiyah dari Makkah dikabarkan juga pernah bertandang.

Kyai Haji Abu ‘Ammar adalah seorang intelektual muslim yang sangat disegani tidak saja pada regional Banyumas akan tetapi juga nasional. Beliau juga berteman akrab dengan seorang hakim berkebangsaan Belanda yang sangat terkenal yaitu Prof. Terrhar. Diskusi yang intens Kyai Haji Abu ‘Ammar  ini dengan Terrhar ini kemudian memunculkan perlunya sebuah peradilan bagi kaum inderland tersendiri yang terpisah dengan Lanraad (peradilan kolonial yang ada ketika itu).

Beliau mengusulkan peradilan khusus yang berhubungan dengan hukum-hukum perdata (Begerlijc Wetbook), meliputi pernikahan, perceraian, hukum waris. Peradilan ini kemudian dikenal dengan Pengadilan Agama

Salah Satu Kitab Karya Syekh Nahrawi (Dok : www.laduni.id)
Referensi :

Biografi dan profil Syekh Nahrawi di laman Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Nahrawi_Al_Banyumasyi Suara Merdeka https://www.suaramerdeka.com/religi/pr-042746514/sayyid-syaikh-nahrowi-muhtarom-al-banyumasi-dari-jawa-ke-mekkah?page=2  portal berita NU https://nu.or.id/nasional/jejak-peninggalan-syekh-nahrawi-banyumas-AMaBA dan Umma https://umma.id/post/biografi-syekh-ahmad-nahrawi-mukhtarom-al-banyumasi-47490439053506?lang=id

igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

0 Response to " Syekh Nahrawi, Ulama Kaliber Dunia dari Purbalingga"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel