Pertukaran Tawanan di Bobotsari

Mayor Brotosiswoyo Memberikan Maklumat pada Pertukaran Tawanan di Bobotsari ( Dok : Nationaal Archief)
Hari Jumat, 9 September 1949 menjadi momen bersejarah sekaligus menggembirakan bagi 6 serdadu Belanda dan 39 anggota Tentara Nasional Indonesia. Para prajurit itu akhirnya menjadi manusia bebas setelah berhari-hari, bulan bahkan mungkin tahun menjadi tawanan perang.

Momen mengharukan itu terjadi pada sebuah tanah lapang, di tepi sawah, dekat Sungai Klawing di wilayah Bobotsari, Purbalingga. Sebagai tawanan, mereka tentu saja sangat bahagia, hari kebebasan akhirnya tiba jua.

Kejadian itu ada setelah kesatuan militer kedua belah pihak di tingkat lokal menyepakatinya, menyusul hampir berakhirnya Agresi Militer Belanda di Indonesia. Negeri Kincir Angin yang hendak menjajah kembali negeri ini, akhirnya memilih hengkang atas upaya keras diplomasi republik, tekanan internasional dan juga perlawanan rakyat yang berkobar dimana-mana.

Sebelum perang berakhir, upaya rekonsiliasi pun dilakukan, termasuk pertukaran tawanan dari kedua belah pihak. Kejadian di Bobotsari itu adalah salah satunya.

Pada saat itu, pihak republik dipimpin oleh Mayor Brotosiswoyo, pimpinan bataliyon militer RI yang bertanggung jawab atas wilayah Purbalingga dan Purwokerto. Sementara dari pihak Belanda juga dipimpin oleh perwira dengan pangkat yang sama, Mayor Berkhoudt

Foto spesial momen itu saya temukan saat melakukan riset kecil-kecilan di situs-situs Belanda yang menyediakan artikel dan foto operasi militer mereka selama di Indonesia, terutama Agresi Militer I dan II (1945-1949). Data awal, soal penyerahan tawanan itu sebenarnya saya dapatkan dari buku yang berisi sepak terjang Brigade W selama di nusantara.

Judul bukunya : ‘De W. Van Williem : Kroniek van een Brigade’ karya H.J. Neuman atau jika dibahasakan ‘Kisah Sebuah Brigade’. Artikelnya sudah saya tulis di sini

Nah, saya penasaran untuk menelusuri lebih lanjut kejadian tersebut karena pada buku itu hanya ada satu foto dengan keterangan juga minim pada halaman 139. Intinya ada pertukaran tawanan di Bobotsari, begitu saja. 
Tampak Pasukan Tentara Menyeberangi Pematang Sawah Menuju Tempat Pertukaran Tawanan (Dok : Nationaal Archief)
Saya pun menelusuri informasi lebih lanjut. Sebab, Belanda arsipnya keren coy, biasanya lengkap dan detail. Jadi, saya yakin pasti ada lah foto dan informasi lainnya.

Keyakinan saya ternyata terbukti. Saya temukan foto-foto tambahan tentang pertukaran tawanan di Bobotsari pada situs Nationaal Archief / Arsip Nasional Belanda. Ada 6 foto momentum itu yang tersedia dengan judul utama :

“Als gevolg van de overeenkomst in de Plaatselijk Gemengde Commissie te Purwokerto, werden te Bobotsari zes tot dusver vermiste Nederlandse militairen uitgewisseld tegen 39 gevangen genomen TNI-leden”

Saya artikan via google translate kurang lebih seperti ini :
“Sebagai hasil dari kesepakatan dalam Komisi Campuran Lokal di Purwokerto, enam tentara Belanda yang hilang ditukar di Bobotsari dengan 39 anggota TNI yang dipenjara”

Pada keterangan tambahannya, enam serdadu Belanda yang dilepaskan republik terdata dengan jelas, yaitu, J. Bos dar Hazerswoude, Tesselaar dari Heerhugowaard, A.F. Burghouts dari Grave, M.L. Bartels dari Tienraay, K. Trinkwaard dari H.I. Ambacht en J.H. Dekker dari Ijmuiden.
Enam Tawanan Serdadu Belanda Sedang Didata, Itu Tampak di Pinggir Lapangan 'Bocah-Bocah' Bobotsari Nonton Prosesi Penyerahan Tawanan ( Dok : Nationaal Archief)
Serdadu Belanda yang ditawan TNI semuanya berkebangsaan Belanda. Pejuang republik memang jarang menahan hidup-hidup tentara KNIL yang berasal dari pribumi, sebab mereka umumnya adalah tentara rendahan namun kejamnya melebihi serdadu Belanda. Oleh karena itu, serdadu yang disebut para pejuang sebagai ‘Londo Ireng’ itu biasanya langsung ditembak mati jika tertangkap.

Pada buku Alm Tri Atmo, "Darah Gerilyawan : Jejak Perjuangan Gerilyawan Purbalingga" disebutkan serdadu Belanda yang ditawan itu hasil penyergapan oleh Kompi Pujadi pada salah satu pertempuran di wilayah Purbalingga. Mereka kemudian disembuyikan di markas republik di Desa Makam, Rembang.

Sementara, 39 prajurit TNI tidak ada keterangan siapa saja orangnya pada data di National Archief. Namun, pada buku Pak Tri Atmo diceritakan salah satu pejuang republik yang ditawan adalah Letnan Sumendro.

Kisah dramatis terjadi saat Kapten Kusworo, teman dekat Letnan Sumendro tak kuasa menahan tangis saat mereka bertemu. Keduanya berpelukan erat sambil bercururan air mata, sebab masing-masing tak menyangka bisa bertemu kembali.

Saya yakin kejadian itu tentu mengharukan bagi kedua belah pihak. Siapa sih yang tak terharu setelah mungkin hampir hilang harapan selama behari, bulan atau bahkan tahun jadi tawanan akhirnya menghirup udara bebas.

Bagi seorang tawanan tentu sebuah kelegaan luar biasa. Sementara, bagi keluarga / kerabat / rekan atau sahbat yang selama ini kehilangan kabar dan dibekap kekhawatiran tentu menjadi kebahagian luar biasa. Air mata yang tumpah adalah cucuran kebahagiaan, bukan kesedihan. Begitu pula yang terjadi saat itu.

Inyong be melu terharu koh soon...

Catatan : Ada perbedaan sedikit tentang jumlah tawanan serdadu Belanda. Jika pada keterangan Buku Pak Tri Atmo ada 12 orang. Namun, pada data Nationaal Archief Belanda enam orang. Menurut saya lebih valid versi Nationaal Archief dengan dukungan foto dan nama-namanya.
Pengecekan Data dan Penandatanganan Serah Terima Tawanan (Dok : Nationaal Archief)
Kembali ke Pertukaran Tawanan Bobotsari. Pada keterangan masing-masing foto, saya mencoba rekonstruksi kejadian itu. Begini, setelah mereka sepakat bertemu di Bobotsari pada Hari Jumat itu dilakukanlah prosesi penyerahan. Upacara militer sedikit lah.

Masing-masing pihak kemudian melakukan penandatanganan berita acara kesepakatan. Setelah itu, bergantian pimpinan kedua belah pihak menyampaikan sambutan. Kemudian, masing-masing menginspeksi pasukannya, diabsenlah satu-satu mereka.

Pada keterangan salah satu foto yang saya letakan di awal tulisan, Mayor Brotosiswoyo yang bercelana pendek disebutkan tengah menyampaikan maklumat kepada para tawanan dari pihak republik yang baru diterima. Begitu pula, Mayor Berkhoudt menyalami enam orang tentaranya.
Mayor Berkhoudt Menyalami Pasukanya yang barusaja dibebaskan (Dok : Nationaal Archief)
Pada foto, wajah sang mayor dan enam orang tentara belanda terlihat jelas. Mereka sumringah, senyum merekah saat disalami pimpinannya dengan setelan kemeja putih yang tampak baru. Sayang, 39 orang tentara republik tak ada yang tampak ekspresinya. Maklum lah, fotografernya kan dari pihak Belanda, tentu lebih banyak merekam momen mereka.
Asiiik Bebass... kae sing lagi tongkrong nonton sapa yaa?? (Dok : Nationaal Archief)
Setelah prosesi formal selesai, maka drama terjadilah sesudahnya. Keluarga / teman para tawanan saling berpelukan dan bertangisan.

Rekonstruksi dialog Kapten Kusworo (KK) dan Letnan Sumendro (LS)

KK : “Ndro, inyong ora nyangka ketemu maning karo rika. Ujarku wis mati ditembak landa...”
LS : “Iya Kus, nyong juga ngirane wis ora ketemu karo rika maning. Nang penjara nyong unggal dina mung bisa ndonga moga-moga bebas. Alhamdulilah siki bisa ketemu karo ko yaa...”

Hikss... hu hu...  hikss.. hu hu... (nangis si kaya ngapa deskripsine ya?)

KK : “Selamat ya ndro. Cepet mulih nganah, temoni bojo karo anakmu”.
LS : “Iya, suwun ya Kus. Inyong wis kangen banget karo anak bojo, awan wengi tak impi-impi...”

Rekonstruksi tentara landa karo kancane nyong ora teyeng lah.. hehe

Ahaii... serrr...

Sumber : Nationaal Archief Belanda dan Buku Alm. Pak Tri Atmo : Darah Gerilyawan, Perjuangan Gerilyawan Purbalingga, 1942-1949.

PS : Mohon bagi yang menyadur tulisan saya, saya izinkan, namun sudilah kiranya cantumkanlah sumber dan tautkan linknya yaa. Maturnuwun

0 Response to "Pertukaran Tawanan di Bobotsari"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel