Pak Kasur : Tokoh Pendidik Nasional dari Purbalingga

Pak Kasur (Dok : Good News From Indonesia)
Anda tahu lagu ‘Balonku’? Hafal lagu ‘Bangun Tidur’? Sering menyanyikan lagu ‘Naik Delman’? Familiar dengan lagu ‘Lihat Kebunku’? Pernah menyanyi ‘Kring-Kring Ada Sepeda?. Pasti tahu lah, masa nggak!

 

Mmmmhh, tahukah siapa pencipta lagu-lagu yang menemani masa-masa bocah itu? Yap, betul Pak Kasur. Terus, tahukah jika Pak Kasur yang juga tokoh pendidikan nasional ternyata lahir di Purbalingga lho gaes.

 

Nama aslinya adalah Soerjono, Ia lahir di Desa Serayu Larangan, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Soerjono lahir sebagai bungsu dari 9 bersaudara pada Jumat Legi, 26 Juli 1912. Nama Soerjono atau Suryono dari kata ‘suryo’ yang berarti matahari dan ‘ono’ yang berarti ada. Suryono memang lahir saat matahari terbit alias fajar mulai menyingsing.

 

Suryono tak sempat lama melihat sosok ayahnya Reksamenggala yang meninggal di usianya yang baru 6 bulan. Ia kemudian menjadi yatim dan diasuh oleh kakak-kakaknya.

 

Lalu dari mana Ia mendapatkan panggilan Kasur?

 

Begini, saat Ia sekolah Suryono sering diejek dengan sebutan ‘Susur’, supaya gampang panggilannya juga ‘Sur’. Nah, Suryono juga aktif di kepanduan yang dikenal dengan panggilan ‘Kak’. Jadilah Suryono dipanggil Kak Sur, lama kelamaan menjadi Kasur dan justru itulah yang dikenal luas sebagai namanya, bahkan, saat dia bertemu dengan orang asing dipanggil dengan Mr. Kasur.

 

Bagaimana perjalanan Kasur menjadi seorang tokoh pendidikan nasional?

 

Soerjono kecil beruntung karena bisa menikmati pendidikan di Holland Indische School (HIS) Purbalingga, tanah kelahirannya. Ia kemudian meneruskan ke MULO di Magelang. Selepas lulus Meer Uitgebreid Laager Onderwijs (MULO) pada 1930, Ia mulai menjadi guru bantu di HIS Ardjoena School, Bantul, Yogyakarta.

 

Persentuhan Surjono dengan dunia pendidikan itu sebenarnya terjadi secara tak sengaja. Setamat dari MULO, dia ingin bekerja sebagai pegawai kantoran. Masa itu ijazah MULO, setara SMP, sudah cukup buat melamar kerja kantoran. Akan tetapi, resesi ekonomi di Eropa (malaise) berdampak dan menerpa juga Hindia Belanda. Kantor-kantor memotong gaji pegawainya, bahkan merumahkan sehingga taka da perekrutan pegawai baru. Niat Pak Kasur untuk jadi pegawai pun berantakan.

 

Meski hanya guru bantu, Kasur menjadi guru yang rajin dan berprestasi. Rekan-rekan gurunya mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah guru Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) Gunung Sari, Bandung yang diselesaikanya pada 1937. Di Kota Kembang itulah Ia kemudian menjadi seorang guru dan mempunyai banyak teman. Pak Kasur dikenal sebagai sosok yang supel dan periang. Sifat supel Suryono ditopang kemampuan berbahasa dan minat belajar yang luas. Dia fasih berbahasa Belanda, Jawa, dan Melayu. Minat belajarnya mencakup pedalangan, sandiwara, tari, olahraga, sampai musik. Segala pengetahuannya tentang seni dan olahraga menjadi modal praktik mendidik anak-anak.

Pak Kasur dan Anak-Anak (Dok : merdeka.com)

Selama di Bandung, Kasur membuka taman kanak kanak. Dia mengumpulkan anak-anak usia 3–6 tahun saban sore. Anak-anak itu diberinya pelajaran nyanyi yang digubahnya. Nyanyian-nyanyian itu sangat sederhana dan mengandung pendidikan. Tema lagu dan liriknya berangkat dari hal-hal sederhana yang dekat dengan keseharian anak-anak. Kasur juga mengisi siaran khusus untuk anak-anak di radio NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep) dan VORL (Vereniging Oostersche Radio Lustraas). Melalui dua radio itu, nama Kasur mulai tersebar luas.

 

Kasur pindah ke Yogyakarta untuk menikah dengan Sandiyah pada Juli 1946. Keadaan saat itu cukup pelik, sebab Belanda melancarkan agresi militer untuk menduduki Indonesia kembali. Kasur dan istrinya ikut berjuang mempertahankan kedaulatan Indonesia. Kasur masuk badan perjuangan, sedangkan Sandiah bergabung ke Palang Merah sebagai relawan. Teman seperjuangan Pak Kasur diantaranya adalah Mashudi yang kelak berpangkat Letnan Jenderal dan menjadi Ketua Kwarnas Pramuka dan Rektor UNSIL serta Mayjend Sutoko anggota Dewan Pertimbangan Agung.

 

Di Jogja, Pak Kasur membentuk Grup Sandiwara yang sering mentas sampai ke Magelang dan Surakarta. Mereka menghibur para pejuang yang kembali dari medan laga.

 

Selepas pengakuan kedaulatan Indonesia, Pak Kasur berpindah ke Jakarta awal 1950-an. Keluarganya menempati gedung di Jalan Agus Salim No. 60 Jakarta yang juga menjadi Kantor Badan Sensor Film (BSF) di mana Kasur menjadi sekretarisnya. Kediamannya juga menjadi tempat mangkal anak-anak mulai usia sekolah dasar sampai menengah atas. Pak Kasur dan Bu Kasur mengajari mereka menyanyi, menari, baca puisi, teater, sandiwara dan lainnya.

 

Pasangan Kasur ini juga bekerja sebagai penyiar RRI yang mengisi siaran khusus untuk anak-anak setiap Selasa dan Jumat pada pukul 17.00 WIB. Salam pembukanya khas. Diambil dari potongan lirik lagu ciptaannya, “Selamat Sore Bu, Selamat Sore Pak”. Dalam setiap siarannya, Pak Kasur menyertakan anak-anak ke studio. Dia mendorong anak-anak itu agar berani menyanyi. Jika itu terjadi, berarti dia telah berhasil menyentuh anak-anak. Lewat caranya itu, dia berusaha menghapus rasa rendah diri pada anak-anak.

 

Selama bekerja di radio itulah Pak Kasur produktif menggubah lagu. Lagu-lagu yang tenar ditelinga anak-anak seperti Naik Delman, Balonku, Bangun, Sepedaku, Kebunku, Potong Bebek Angsa, dan lain-lain. Dalam periode itu, kurang lebih ada 140 lagu yang berhasil diciptakan Pak Kasur. Saat TVRI mengudara pada 1962, Pak Kasur beserta istrinya yang juga pencipta lagu, Bu Kasur, bersama-sama membawakan acara “Arena Anak-anak”, “Mengenal Tanah Air”, dan “Taman Indria Bu Kasur”

 

Buah kecintaan Pak Kasur dan Bu Kasur pada dunia anak-anak mendorong berdirinya sebuah taman kanak-kanak. Setelah pensiun dari dunia penyiaran, dia beserta Bu Kasur mendirikan sebuah taman kanak-kanak mini di rumah mereka. Pada awalnya taman kanak-kanak itu didirikan di Jalan H. Agus Salim, kemudian berpindah ke Cikini. Salah satu muridnya di taman kanak-kanak itu adalah Megawati Soekarnoputri, puteri Presiden Soekarno. Taman kanak-kanak yang dia rintis telah memiliki 4 cabang, yaitu di Cipinang, Pasar Minggu, Bekasi, dan Tangerang.

Pak Kasur dan Presiden Soekarno di Istana Negara pada Ulang Tahun Megawati ke 7 (Dok : historia.id)

Pak Kasur juga memanfaatkan film untuk media pendidikan, diantaranya, ada Amin Membolos, Siulan Rahasia dan Harmonika. Ia juga mengarang buku-buku pendidikan seperti Darna-Darni, Selamat Sore Bu masing-masing 3 jilid. Pak Kasur juga berkesempatan melalanglangbuana sampai ke Eropa sebagai delegasi untuk mengenalkan budaya Indonesia.

 

Selain Megawati, tokoh yang terkenal yang pernah menjadi anak didiknya, diantaranya, pelawak Ateng, Dori, Mustofa. Kemudian ada penyanyi Heny Purwonegoro, Ismiati-Ismiatun dan tokoh anak-anak Seto Mulyadi juga Amir Machmud yang menjadi menteri dalam negeri era orde baru.

 

Dalam pernikahannya dengan Sandiyah alias Bu Kasur, mereka dikaruniai 5 orang anak yaitu, Susanto, Suryaningdyah, Suryo Prabowo, Suryo Prasojo dan Suryo Pranoto. Pak Kasur sendiri wafat pada 26 Juni 1992 dan dimakamkan di Purwokerto, Banyumas dekat tanah kelahirannya di Purbalingga.

 

Sumber :

Buku Tokoh-Tokoh Purbalingga Karya Tri Atmo dan Kontributor Gunanto E.S.  Purbadi Publishing (2017).

Artikel ‘Lagu Sepeda dan Pak Kasur’ di Historia yang bisa dibaca pada link berikut



igo saputra Orang yang suka berkhayal dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan. Jangan berhenti berimaji..

0 Response to "Pak Kasur : Tokoh Pendidik Nasional dari Purbalingga"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel